Bankaltimtara

330 Ribu Hektare Perhutanan Sosial Kaltim Dikelola untuk Ketahanan Pangan dan Kemitraan Berkelanjutan

330 Ribu Hektare Perhutanan Sosial Kaltim Dikelola untuk Ketahanan Pangan dan Kemitraan Berkelanjutan

Pemprov Kaltim menjaga hutan dengan cara kemitraan berkelanjutan.-istimewa-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Dinas Kehutanan Kaltim melakukan sejumlah hal demi menjaga kelestarian hutan.

Di antaranya membuka ruang kolaborasi antara kelompok tani hutan dan perusahaan pemegang izin hutan.

Model kemitraan ini diyakini menjadi kunci menjaga hutan tetap lestari, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

Analis Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan, Dinas Kehutanan Kaltim, Yuli Purnomo, menjelaskan bahwa kemitraan tersebut sebagian besar berjalan melalui skema Perhutanan Sosial dalam Areal Perusahaan (PBPH).

Yakni mewajibkan perusahaan bermitra dengan masyarakat di sekitar wilayah konsesinya.

"Kalau perusahaan punya izin konsesi, mereka harus bekerja sama dengan kelompok tani yang ada di dalam wilayah kerjanya. Jadi, masyarakat tidak hanya diberi lahan, tapi juga dibimbing, dibina, dan difasilitasi dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan," ujar Yuli belum lama ini.

Dalam praktiknya, bentuk kemitraan ini beragam. Beberapa perusahaan menyediakan bimbingan teknis, alat produksi, hingga akses pemasaran.

Ada juga yang membeli langsung hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari kelompok tani, seperti madu, rotan, dan lidi nipah.

"Contohnya, di wilayah PT Pertamina, perusahaan ikut memfasilitasi pengembangan madu hutan. Mereka menyediakan pendampingan hingga pemasaran produk,"terang Yuli.

Selain itu, perusahaan kadang membantu kegiatan pelatihan atau sertifikasi produk. Namun, menurut Yuli, tidak semua perusahaan memiliki program tanggung jawab sosial (CSR) aktif.

Sehingga pendampingan oleh Dinas Kehutanan tetap penting untuk memastikan keberlanjutan program.

Memasuki tahun ke-9 perjalanan program perhutanan sosial di Kaltim, sejumlah tantangan masih dihadapi, terutama dalam pemberdayaan masyarakat hutan.

"Kendala pertama itu akses ya, terutama ke lokasi-lokasi yang jauh dari permukiman atau infrastruktur. Ada juga kendala dalam kelembagaan."

"Penguatan kelembagaan ini perlu pendampingan terus menerus supaya kelompok tani bisa tetap aktif sejak 2016," jelas Yuli.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: