Aktivis dan Pengacara Aksi depan Kantor Polda Kaltim, Sorot Penanganan Kasus Misran Toni di Paser
Aktivis lingkungan Kaltim, Pradarma Rupang, saat menyampaikan orasi di depan Polda Kaltim-Salsabila/Disway Kaltim-
Pengesahan pun memicu penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil. Mereka menyebut sejumlah pasal berpotensi memperluas ruang kriminalisasi terhadap warga. Serta proses pembahasan yang dinilai kurang transparan dan partisipatif.
"Jika sebelum RKUHP saja sudah begini, bagaimana nanti ketika aturan baru memberi ruang lebih luas untuk menindak warga? Ini ancaman," tekannya.
Setelah Pradarma, giliran Ardiansyah, dari Persatuan advokad Indonesia (Peradi) Balikpapan, menjabarkan seluruh proses hukum yang dialami Misran Toni.
"Kami mendampingi saudara Misran Toni selama proses penanganan di Kalimantan Timur bersama jajaran Polres Paser dalam tindakan-tindakan institusi mereka," tukasnya selaku Kuasa Hukum.
Ia kemudian menyampaikan bahwa durasi penahanan lebih dari 100 hari, dengan sewenang-wenangnya.
Ardiansyah mengungkapkan, bulan lalu Misran Toni sempat dikeluarkan dari tahanan namun bukan untuk pembebasan.
"Bulan kemarin, Misran Toni dikeluarkan dari tahanan untuk kepentingan pemeriksaan, kepentingan penyidikan, tetapi dengan alasan pembantaran," imbuhnya.
Ia mengatakan bahwa penggunaan alasan pembantaran oleh Polres Paser tidak sah. Karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
Bagi Ardiansyah, tindakan Polres Paser dalam proses tersebut sangat terang menunjukkan pelanggaran.
Dan dinilai sebagai tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan aparat penegak hukum.
"Surat pelepasan sudah kami terima. Misran harusnya dilepaskan sejak kemarin pagi namun sampai hari ini Misran Toni masih berada dalam tahanan. Ini tindakan sewenang-wenang," ungkap Ardiansyah
Ia juga memaparkan insiden ketika tim kuasa hukum menjemput Misran Toni setelah menerima surat pelepasan.
"Dalam perjalanan setelah kami menjemput, tim kami malah ditangkap dan diseret oleh Kapolres Paser. Apalagi penangkapan ini dilakukan tanpa surat perintah," bilangnya.
Seharusnya, lanjut Ardiansyah, pendamping hukum tersebut mendapat perlindungan, bukan intimidasi.
"Anggota kami menjalankan tugas dengan iktikad baik. Harusnya dilindungi, harusnya diayomi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
