Bankaltimtara

Tanah Ulayat Dayak Petung Terdesak Korporasi, DPRD Berau Dorong Legalitas 2.000 Hektare Wilayah Adat

Tanah Ulayat Dayak Petung Terdesak Korporasi, DPRD Berau Dorong Legalitas 2.000 Hektare Wilayah Adat

DPRD Berau menggelar RDP bersama DPMK Berau, Kepala Dinas Pertanahan, Camat, Pemerintah Kampung dan perwakilan Masyarakat Adat Dayak Petung Selengkop di ruang rapat gabungan Komisi Sekretariat DPRD Berau, Senin 7 Juli 2025.-(Disway Kaltim/ Azwini)-

BERAU, NOMORSATUKALTIM - Dugaan penyerobotan tanah ulayat milik Masyarakat Adat Dayak Petung Selengkop di Kampung Biatan Lempake, Kecamatan Biatan, mendorong DPRD Berau menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).

RDP digelar bersama pihak terkait, di ruang Gabungan Komisi Sekretariat DPRD Berau, pada Senin, 7 Juli 2025.

Rapat turut dihadiri oleh sejumlah anggota DPRD Berau, Kepala Dinas Pertanahan, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Berau, Camat Biatan, Kepala Kampung Biatan Lempake, serta perwakilan Masyarakat Adat Dayak Petung Selengkop.

Dalam pertemuan tersebut, Koordinator Masyarakat Adat Dayak Petung Selengkop, Wahab mengungkap keluhan atas dugaan pemanfaatan sepihak lahan mereka oleh sejumlah korporasi dan koperasi.

BACA JUGA: Bekudung Batiung, Ajang Tahunan untuk Pertahankan Tradisi Adat Budaya Asli Berau

Ia menyebut, kondisi ini telah berlangsung cukup lama dan menempatkan masyarakat adat dalam posisi yang semakin terdesak. 

Terutama karena belum adanya legalitas yang jelas atas wilayah yang mereka tempati secara turun-temurun.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Berau, Sumadi, yang memimpin jalannya rapat, menaruh perhatian serius terhadap persoalan lahan yang dihadapi masyarakat adat.

Menurutnya, masyarakat adat Dayak Petung Selengkop mendesak adanya perlindungan hukum atas tanah ulayat, agar tidak terus-menerus dirugikan oleh penguasaan sepihak dari pihak luar.

BACA JUGA: Kearifan Lokal dan Hukum Adat Jadi Sorotan dalam Kuliah Umum UMKT Bersama Menteri Kebudayaan

"Situasi ini mendorong mereka menuntut pengakuan resmi atas hak tanah ulayat, agar tidak terus-menerus dirugikan," tegasnya saat ditemui seusai rapat.

Ia menjelaskan, tuntutan itu tak lepas dari kenyataan bahwa sebagian lahan adat sudah terlanjur dikuasai oleh perusahaan. 

Dalam forum tersebut, masyarakat adat menyatakan tidak akan mempermasalahkan lahan yang sudah masuk dalam konsesi perusahaan, dan memilih fokus pada sisa lahan yang belum tergarap.

Diperkirakan, masih ada sekitar 2.000 hektare lahan yang berpotensi dikembalikan kepada masyarakat adat. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait