Pengamat Unmul: Salah Kelola Hutan Jadi Akar Bencana Ekologis Kaltim
Pengamat Kebijakan Publik Unmul, Saiful Bachtiar-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
BACA JUGA: Kukar Mengalami Deforestasi Besar, Dinas LHK Sebut Kewenangan Kelola Hutan Terbatas
Ia menilai klaim pemerintah terkait pengelolaan tambang dan sawit ramah lingkungan tidak sesuai realitas lapangan.
Salah satu indikator paling nyata terlihat dari menurunnya kualitas air sungai yang menjadi sumber air baku masyarakat di berbagai daerah di Kaltim.
"Air Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya kini tercemar residu pertambangan batu bara serta pupuk dan pestisida dari perkebunan sawit," tuturnya.
Saiful menambahkan, dampak pencemaran serupa mulai dirasakan di Kutai Timur, terutama di wilayah yang bergantung pada sungai-sungai kecil dan kawasan hulu.
BACA JUGA: Dishut Kaltim Tegaskan Pengawasan Izin HTI Aktif, Tanggapi Laporan Jejak Deforestasi ke Pasar Eropa
"Di Kutim, masyarakat bergantung pada sungai lokal. Ketika hulunya rusak karena tambang dan sawit, kualitas air turun dan dampaknya langsung dirasakan warga," katanya.
Selain pencemaran air, persoalan krusial lain terletak pada kegagalan reklamasi pascatambang. Saiful menilai dana jaminan reklamasi yang disetor perusahaan tidak sebanding dengan biaya riil pemulihan lahan.
"Secara logika, dana jaminan itu tidak rasional. Tidak mungkin cukup untuk mengembalikan lahan bekas tambang menjadi hutan," tegasnya.
Akibatnya, banyak lubang tambang dibiarkan menganga tanpa pemulihan. Di sekitar Samarinda, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, hingga wilayah pedalaman, lubang-lubang tersebut berubah menjadi kolam dan danau buatan yang berbahaya bagi lingkungan dan keselamatan warga.
BACA JUGA: Kecewa, Bupati Kutai Timur Sindir KPC: Lahan Bekas Tambang Tak Jadi Sumber Kehidupan
Saiful juga mengkritik pembukaan lahan sawit yang menggantikan hutan alam dengan tanaman monokultur.
Ia menekankan struktur akar sawit tidak mampu menyerap dan menyimpan air seperti pohon hutan tropis Kalimantan.
"Hutan memiliki fungsi mitigasi alami. Ketika diganti sawit atau tambang, banjir bandang dan longsor hanya menunggu waktu," sebutnya.
Ia mengingatkan bencana besar di Sumatra dan Aceh seharusnya menjadi alarm keras bagi Kalimantan. Luas bukaan lahan tambang dan sawit di Kalimantan, termasuk di Kutai Timur, dinilai lebih besar dibanding wilayah terdampak bencana tersebut.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

