Bankaltimtara

Asal Cocok, Transplantasi Ginjal di RSUD AWS Bisa Ditanggung BPJS Kesehatan

Asal Cocok, Transplantasi Ginjal di RSUD AWS Bisa Ditanggung BPJS Kesehatan

Kepala Tim Transplantasi Ginjal, dr Astried Indrasari saat menjelaskan proses transplantasi ginjal di RSUD AWS Samarinda.-(Disway Kaltim/ Mayang)-

dr Astried menjelaskan bahwa sistem transplantasi ginjal di Indonesia saat ini masih mengandalkan donor dari orang hidup (living donor), bukan dari jenazah atau donor kadaver seperti di beberapa negara lain.

Ia menjelaskan, dalam praktiknya dikenal dua jenis donor hidup, yakni related dan unrelated. 

Adapun, Donor related adalah mereka yang memiliki hubungan darah, sedangkan non-related adalah mereka yang memiliki hubungan pernikahan, seperti suami dan istri.

BACA JUGA: RSUD AWS Kekurangan Tempat Tidur, Dinkes Kaltim Siapkan Solusi Hotel Atlet untuk Pasien Pulih

"Kalau suami istri disebutnya unrelated, karena hubungan pernikahan bukan hubungan darah. Tapi di RSUD AWS, untuk tahap awal kami masih menerapkan sistem donor related, yaitu dari keluarga sedarah," ujar Astried.

Ia mencontohkan, hubungan darah yang dimaksud mencakup tingkat kekerabatan generasi pertama hingga ketiga, seperti orangtua, saudara kandung, hingga sepupu. Namun, hal itu tidak bisa hanya diakui secara lisan.

"Nanti dibuktikan lagi oleh tim advokasi. Mereka akan memeriksa silsilah keluarga, memastikan benar ini saudara atau jangan-jangan cuma tetangga. Kalau secara legal tidak ada yang dilanggar, baru lanjut ke skrining medis," tuturnya.

Menurut Astried, tahapan advokasi hukum dan skrining medis saat ini sedang berjalan di RSUD AWS. Ia berharap prosedur perdana transplantasi ginjal dapat dilakukan sebelum akhir tahun 2025.

"Semoga tidak ada kendala, karena sekarang advokasi sudah mulai berjalan. Kalau semua lancar, kita bisa melakukan tindakan transplantasi perdana tahun ini," katanya optimistis.

Astried menegaskan, dalam prosedur transplantasi, pendonor wajib orang dewasa dan sehat secara fisik maupun mental.

"Pendonor itu orang yang memberi, dan dia harus dewasa. Anak kecil tidak bisa menjadi pendonor, karena belum bisa mengambil keputusan sendiri. Tapi anak kecil bisa menjadi penerima organ," jelasnya.

Ia menambahkan, keputusan menjadi donor harus dilakukan secara sadar dan tanpa paksaan. Karena itu, setiap calon donor akan melewati uji psikologis, wawancara etika, dan pemeriksaan hukum.

BACA JUGA: Wagub Kaltim Seno Aji Telusuri Laporan Kekurangan Tempat Tidur Pasien di RSUD AWS Samarinda

"Donor harus mandiri dalam berpikir dan mengambil keputusan. Tidak boleh ada wali atau tekanan dari pihak lain," tegasnya.

Menurut Astrid, Komite Transplant Nasional (KTN) sedang mendorong pembentukan sistem registrasi donor nasional, agar proses donor dapat terekam secara resmi dan mencegah praktik ilegal.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: