Syafruddin Minta RKB Tambang 2026 Ditahan: Jangan Hanya Berdasar Laporan di Kertas
Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin.-(Disway Kaltim/ Mayang)-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memperketat pemberian Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKB) pertambangan tahun 2026.
Ia menilai pengetatan tersebut penting sebagai instrumen pengendalian kerusakan lingkungan, khususnya di Kalimantan Timur (Kaltim) yang selama ini menjadi pusat aktivitas pertambangan batu bara skala besar.
Syafruddin menegaskan, RKB tidak semestinya diberikan secara otomatis setiap tahun tanpa evaluasi menyeluruh terhadap kinerja lingkungan perusahaan.
Menurutnya, perusahaan yang belum menuntaskan kewajiban reklamasi seharusnya tidak diberi ruang untuk melanjutkan produksi apalagi membuka lahan baru.
BACA JUGA: 44 Ribu Hektare Hutan Kaltim Digunduli untuk Sawit dan Tambang, DPRD Desak Reforestasi
BACA JUGA: CIMB Niaga Komitmen Tak Danai Perusahaan Tambang Batu Bara
"Kalau reklamasi belum ditunaikan, RKB harus ditahan. Jangankan perpanjangan izin, RKB saja seharusnya tidak diberikan. Ini demi menjaga hutan dan mencegah bencana di Kalimantan Timur," ujar Syafruddin belum lama ini.
Ia menilai selama ini masih terdapat ketimpangan antara agresivitas produksi tambang dan komitmen pemulihan lingkungan. Kondisi tersebut terlihat dari banyaknya lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka dan tidak direklamasi, sehingga menimbulkan ancaman keselamatan dan kerusakan ekosistem.
Syafruddin secara khusus menyoroti perusahaan-perusahaan tambang besar yang memiliki konsesi luas di Kaltim.
Ia menyebut sejumlah perusahaan seperti PT Bayan Resources, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Berau Coal, PT Indominco Mandiri, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Indo Tambangraya Megah (ITM) sebagai pelaku usaha besar yang harus menjadi contoh dalam kepatuhan terhadap kewajiban reklamasi.
BACA JUGA: Bekas Tambang PT KPC Bakal Dikelola PBNU, Rudy Mas'ud: Yang Penting Ikuti Aturan
BACA JUGA: PHK di Berau Tembus 1.105 Orang Sepanjang 2025, Mayoritas Terdampak Penutupan Proyek Tambang
"Perusahaan-perusahaan besar dengan konsesi besar harus mulai hari ini mengutamakan reklamasi kawasan yang sudah ditambang sebelum membuka lahan baru. Jangan terbalik, jangan lahan baru terus dibuka sementara kewajiban lama belum diselesaikan," tegasnya.
Menurut Syafruddin, pengendalian melalui RKB merupakan pintu masuk paling efektif untuk memaksa kepatuhan perusahaan. Ia meminta Kementerian ESDM tidak hanya melakukan verifikasi administratif, tetapi juga memastikan kondisi riil di lapangan sesuai dengan laporan perusahaan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

