Perjuangan Belum Usai, Tak Terima Putusan MK, Warga Sidrap Siapkan Petisi ke DPR RI
Teks Foto: Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris saat melakukan konferensi pers di Kafe Planet Bontang, Selasa 7 Oktober 2025.-Michael/DIsway Kaltim-
Sebab perubahan itu perlu dilakukan tim teknis dan berkompeten. Hakim beranggapan persoalan perubahan tapal batas berada di pembuat Undang-Undang. Dalam hal ini DPR RI.
Dalam putusan Nomor 010/PPU-III/2005 tersebut, dijelaskan yang membedakan antara konstitusionalitas dan kebijakan.
BACA JUGA: Polres Tunggu Aduan DLH Bontang Terkait Pencurian Solar di TPA
Atas dasar tersebut, MK memerintahkan Pembentuk UU segera melakukan peninjauan batas daerah yang dimohonkan.
"Sudah jelas dalam putusan itu. Masyarakat masih berpeluang," tuturnya.
Di sisi lain, Agus Haris juga menentang permintaan Ketua DPRD Kutim Jimmy yang ingin melakukan pencabutan atau menghapus 7 RT di Kampung Sidrap tersebut. Menurutnya 7 RT itu memiliki kekuatan hukum.
Pemkot Bontang kala itu memiliki Peraturan Daerah Nomor 18/2002 tentang Pembentukan Kelurahan Kanaan, Gunung Telihan, Guntung, Api-Api, Gunung Elai dan Tanjung laut Indah.
Sementara Pemerintah Pusat baru mengeluarkan Permendagri Nomor 25/2005 tentang Penentuan Batas Wilayah Kota Bontang dengan Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur.
"Pembentukan 7 RT itu tidak sembarangan,” ungkapnya.
BACA JUGA:Truk Antre BBM di Bontang Parkir Depan Sekolah, Mengganggu Aktivitas dan Membahayakan Siswa
Bagi Agus Haris, permintaan Ketua DPRD Kutim sangat tendensius. Apalagi menuding Pemkot Bontang melakukan praktik mal administrasi.
Sebaliknya, Pemkab Kutim diminta tidak melakukan praktik intimidasi. Seharusnya membiarkan masyarakat Kampung Sidrap menentukan sendiri kependudukannya.
"Kalau dipaksa pasti itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Pemkab Kutim tidak boleh sewenang-wenang," tegasnya.
Ia menekankan, keputusan MK memang memiliki kekuatan hukum tetap. Namun ada cela yang bisa ditempuh. Bahkan masyarakat juga berhak untuk kembali mengajukan permohonan untuk melakukan uji materi.
"Tidak ada istilah ruang tertutup untuk memperjuangkan keadilan," terangnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

