Indonesia Urutan Kedua Kasus TBC Tertinggi Dunia, 135 Ribu Anak Terinfeksi
Dokter Spesialis Anak, dr. Titis Prawitasari, dalam Seminar Akselerasi Eliminasi Tuberkulosis 2030 di Balikpapan.-(Disway Kaltim/ Salsa)-
BACA JUGA: Alasan Pemerintah Indonesia Mau Jadi 'Kelinci Percobaan' Bill Gates di Proyek Vaksin TBC
Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan terdepan memiliki peran strategis untuk skrining, diagnosis, dan pelacakan kontak erat TBC di masyarakat.
Menurut dr. Titis, keberadaan jejaring layanan seperti kader posyandu, PKK, hingga sekolah dan PAUD juga penting dalam memperluas jangkauan deteksi kasus, terutama pada anak-anak yang tidak menunjukkan gejala khas.
"Tugas kita bukan hanya mengobati, tapi mencegah dan melindungi. Peran jejaring sangat membantu menjangkau anak-anak, termasuk mereka yang tidak datang ke fasilitas kesehatan," tegasnya.
Kementerian Kesehatan melalui program Quick Win Eliminasi TBC 2025 juga telah mendorong pemetaan kasus dan penguatan tata laksana pengobatan berbasis masyarakat.
BACA JUGA: Pemerintah Kembangkan Pengobatan TBC Menjadi Lebih Singkat
Namun, tantangan di lapangan masih ada, terutama terkait stigma penyakit dan ketakutan masyarakat untuk diperiksa.
Dalam laporan WHO, disebutkan bahwa TBC masih menjadi penyebab kematian infeksius nomor satu di dunia, bahkan mengalahkan HIV/AIDS.
Meski pengobatan TBC telah tersedia gratis di fasilitas kesehatan pemerintah, penemuan kasus masih rendah, terutama pada kelompok anak-anak dan lansia.
Selain itu, dr. Titis juga menekankan pentingnya intervensi gizi seimbang dan imunisasi dasar sebagai bentuk perlindungan tambahan.
BACA JUGA: Kaltim Gratiskan Layanan Kesehatan! Warga Cukup Tunjukkan KTP
"Kalau gizinya baik, daya tahan tubuh anak meningkat. Maka jangan sampai kita hanya fokus pada pengobatan, tapi lupa intervensi gizi. Harus paralel," ungkapnya.
Upaya eliminasi TBC tak bisa hanya dibebankan pada sektor kesehatan. Diperlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk dukungan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, media, hingga dunia pendidikan, agar target eliminasi TBC pada 2030 dapat tercapai.
Seminar yang digelar Dinas Kesehatan Kota Balikpapan ini juga menyoroti pentingnya monitoring dan pelaporan kasus berbasis komunitas, sebagai bagian dari penguatan sistem kesehatan.
"Kita tidak bisa kerja sendiri. Harus kolaboratif dan sistematis. Kalau semua pihak terlibat, insyaallah eliminasi TBC bukan mustahil," pungkas dr. Titis.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

