Toko Buku Pertama di Samarinda; Penjualan Merosot, Tetap Bertahan dengan Empat Cabang

Toko Buku Pertama di Samarinda; Penjualan Merosot, Tetap Bertahan dengan Empat Cabang

Meski penjualan buku semakin berkurang, salah satu cabang Toko Buku Aziz ini masih bertahan di Citra Niaga Samarinda. (Dian/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com – Toko Buku Aziz Samarinda barangkali tak lagi asing di telinga masyarakat Kota Tepian. Pasalnya, toko buku yang terletak di Citra Niaga ini telah berdiri sejak 1988. Sekira dua tahun setelah Citra Niaga beroperasi. Sejatinya, Toko Buku Aziz di Citra Niaga bukanlah yang pertama didirikan. Pusatnya justru di Pasar Pagi Samarinda. Berdiri pada 1960. Seiring berjalannya waktu, pendiri toko buku tersebut, Abdul Aziz, membuka cabang di Citra Niaga. Setelah Abdul Aziz meninggal dunia, usaha penjualan buku dilanjutkan oleh anak-anaknya. Di awal-awal beroperasi, usaha tersebut relatif berkembang. Di masa jayanya, di tahun 1990-an, toko buku pertama di Samarinda itu pernah menjadi satu-satunya pusat penjualan buku di Kaltim. Pembeli buku tidak hanya warga Samarinda. Tapi juga sebagian besar kabupaten-kota di Bumi Mulawarman membeli buku di Toko Aziz. “Tahun 1990 sangat ramai. Waktu itu, jualan apa aja pasti terjual di Kaltim. Enggak hanya buku. Waktu itu, lagi jayanya Kaltim,” kata UN (59), pemilik toko buku tersebut yang namanya enggan dikorankan, kepada Disway Kaltim, Kamis (30/1). Hingga 2013, penjualan buku di Toko Aziz masih cukup stabil. Bahkan di hari-hari tertentu, penjualan buku acap lebih tinggi dari target. Namun “bulan madu” penjualan buku itu menemukan titik jenuhnya di saat arus informasi media sosial menggeser kebiasaan membaca buku di masyarakat. Pada 2014 hingga 2019, secara perlahan penjualan buku di Toko Aziz turun drastis. Pada 2018 penjualan buku turun sebesar 20 persen. Puncaknya tahun lalu. Penjualannya turun 30 persen. “Tantangannya daya beli. Harganya naik. Pembelinya berkurang. Itu sudah terjadi dalam beberapa tahun ini. Minat baca masyarakat sekarang kurang,” kata pria yang rambutnya mulai memutih itu. Dengan demikian, katanya, pendapatan dari penjualan buku hanya cukup untuk memenuhi operasional karyawan dan biaya bulanan di toko yang berlantai dua tersebut. Meski begitu, ia tetap melakoni usahanya. Usaha keluarga Abdul Aziz ini tetap bertahan meski penjualan terus mengalami penurunan. Salah satu alasannya, mempertahankan usaha keluarga yang telah dirintis orang tuanya sejak 1960 itu. “Karena usaha ini sudah lama. Lakoni apa yang ada. Enggak punya pekerjaan yang lain juga sih. Ada untungnya. Tapi tipis banget,” sebutnya. Buku-buku yang dijualnya bervariasi. Berupa buku agama, buku pelajaran, umum, buku anak-anak, dan lainnya. Beragam buku itu didatangkan dari Surabaya. Salah satu harapannya di awal tahun ajaran. Penjualan buku di Toko Aziz tergolong tinggi. Di saat para pelajar membutuhkan buku-buku pelajaran dan seragam sekolah. “Biasanya naik 40 persen dibanding hari-hari biasa. Buku pelajaran sama alat tulis yang paling banyak dibeli,” bebernya. Di tengah peralihan budaya baca dari buku manual ke e-book dan media sosial, Toko Aziz ternyata masih memiliki empat toko di Samarinda. Di antaranya di Citra Niaga, Pasar Pagi, Jalan Abul Hasan, dan Lembuswana. Dia mengaku optimistis. Ke depan, penjualan buku akan tetap stabil. Bahkan sewaktu-waktu dapat meningkat. “Orang Islam harus optimis,” ujarnya. (qn/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: