Koalisi Masyarakat Sipil di Kaltim Desak Penyelenggara Pilkada Lakukan Evaluasi Sistem Demokrasi
Koalisi Masyarakat Sipil saat melakukan aksi di depan Kantor KPU Kaltim dengan membentangkan spanduk bertuliskan "Pilkadanya Oligarki : Rakyatnya Mati", pada Senin (25/11/2024).-Disway/Salsa-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim), Mareta Sari mengatakan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 turut menyebabkan penderitaan rakyat semakin meningkat.
Hal tersebut diungkapkan lantaran perhelatan pada 27 November mendatang dinilai sebatas menebarkan janji perbaikan dan perubahan yang tertuang dari visi-misi Pasangan Calon (Paslon) dengan tujuan meraup suara para pemilih sebanyak-banyaknya.
"Bagaimana usai Pilkada, para pemimpin daerah terpilih kemudian tidak mengerjakan seluruh janji-janjinya justru malah menumpuk masalah baru dan tidak pernah ada evaluasi terhadap siklus tersebut," tegas Perempuan yang akrab disapa Eta itu.
Bukan tanpa alasan, baginya, Pilkada sangat erat kaitannya dengan partai politik, transparasi sumber pendanaan, dukungan perorangan atau kelompok, dinasti politik, kepentingan pembangunan jangka menengah dan panjang hingga ketimpangan atas akses dan pengetahuan.
BACA JUGA : Forum Peduli Masyarakat Kota Balikpapan Ajak Warga Jaga Kondusivitas Pilkada 2024
"Kondisi itu dapat menyebabkan masalah serius dalam sistem demokrasi saat ini," ucapnya saat diwawancarai langsung oleh wartawan NOMORSATUKALTIM, pada Senin (25/11/2024) siang.
Eta menyebut, bahwasanya kebijakan yang dihasilkan dari sistem pemilihan umum seperti Pilkada memiliki pengaruh besar terhadap seluruh aktivitas pembangunan sosial, ekonomi, dan ekologis di masing-masing daerah.
"Khususnya di Kaltim. Salah satu contohnya ialah kewenangan kepala pemerintah daerah dalam penerbitan dan pengaturan, termasuk pengawasan pada perizinan berbasis lahan luas seperti pertambangan," jelas Eta mewakili Koalisi Masyarakat Sipil usai melakukan aksi di depan Kantor KPU Kaltim, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda.
Setidaknya terdapat sebanyak 44.736 lubang tambang yang dibiarkan begitu saja dan menyebabkan 53 orang mati di lubang tambang.
BACA JUGA : Pendistribusian Logistik Pilkada 2024 di Mahulu Prioritaskan Wilayah Terjauh
"Kasus korupsi yang dilakukan oleh pemimpin daerah terdahulu atau yang tengah menjabat, penerbitan izin konsesi yang menyingkirkan masyarakat adat dan kelompok rentan, banjir dan polusi yang mengepung di seluruh kabupaten dan kota di Kaltim," tuturnya.
"Ini kerap terjadi dan hanya mewariskan beban masyarakat, bahkan anggaran publik hingga kriminalisasi akibat pembangunan dan usaha ekstraktif yang menghimpit masyarakat," sambungnya.
Dia menekankan, dari permasalahan klasik yang terus berulang itu, tidak menjadi bagian yang dimasukkan dalam visi dan misi yang dibuat oleh para paslon pada tahun ini.
Oleh karena itu, Jatam Kaltim mendesak untuk di adakannya evaluasi serius dari siklus demokrasi hari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: