Upaya Konservasi di Pulau Sangalaki, Tim Terkendala Kurangnya Transportasi untuk Patroli
Ratusan tukik penyu yang akan dilepaskan ke habitatnya di Pulau Sangalaki, Berau.-Disway/ Salsa-
BERAU, NOMORSATUKALTIM - Ratusan tukik dari jenis Penyu Hijau dan Penyu Sisik yang menetas di Pulau Sangalaki dilepaskan ke habitat aslinya.
Hal tersebut, merupakan upaya Tim Konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim) untuk menjaga kelestarian kawasan seluas 280 hektare itu.
Pelepasan itu, disaksikan langsung oleh rombongan wartawan dari Samarinda saat berkunjung ke Pulau Sangalaki yang terletak di Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Polisi Hutan BKSDA Provinsi Kaltim, Wiliyanto menjelaskan, setiap malam petugas dengan telaten memindahkan ratusan tukik (anak penyu) yang baru menetas ke lokasi yang lebih aman. Tujuannya, agar para tukik dapat terhindar dari ancaman predator seperti biawak, burung elang, dan hiu.
BACA JUGA: Saksikan Event Hudoq Pekayang di Mahulu, Sudah Masuk Pariwisata Nasional
BACA JUGA: DPRD Kukar Dorong Pengembangan Wisata Pesisir, Pantai Ambalat Mulai Digemari Pengunjung
“Kami memilih malam hari sebagai waktu yang tepat untuk melepaskan tukik, karena pada saat itu aktivitas predator cenderung lebih rendah,” katanya kepada Nomorsatukaltim, pada Minggu (27/10/2024).
Kendati demikian, Wiliyanto menyebut, upaya konservasi yang dilakukan pihaknya tidaklah mudah. Terdapat pelbagai tantangan yang dialami oleh tim konservasi, salah satunya yaitu keterbatasan alat transportasi.
“Idealnya, kami memang membutuhkan perahu kecil untuk patroli saat air pasang. Agar kami bisa menjangkau seluruh area pulau dan memantau setiap sarang penyu,” jelas Wiliyanto.
Pulau Sangakali, salah satu pulau yang paling banyak dihampiri penyu untuk bertelur. Bukan tanpa alasan, penyu memilih pulau ini karena kondisi pasir yang memiliki tekstur halus, sehingga mudah untuk digali lubangnya.
BACA JUGA: Disbun Kaltim Gencarkan Konservasi untuk Lahan Tidak Produktif
“Dikarenakan penyu kan hewan yang sangat sensitif saat tiba musim bertelur. Penyu itu sendiri biasanya naik ke pesisir pantai dan bertelur pada malam hari,” sebutnya.
Wiliyanto menyampaikan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk menjaga kelestarian ekosistem dan melindungi penyu di Pulau Sangalaki. “Saya ingin generasi mendatang tetap bisa menikmati keindahan alam ini,” harapnya.
Selain itu, upaya konservasi di pulau tersebut telah berhasil meningkatkan populasi penyu. Dengan dukungan berbagai pihak, seperti pemerintah, organisasi non-profit, dan masyarakat setempat.
Adapun, program-program yang telah berkontribusi dalam perlindungan habitat penyu, diantaranya, patroli pantai untuk mencegah pencurian telur dan edukasi masyarakat.
BACA JUGA: Bupati Sri Juniarsih Promosi Pariwisata Berau Tunjang Kebutuhan di IKN
Sebagai informasi, upaya tersebut dilakukan untuk menjalankan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sekilas tentang Penyu Hijau dan Penyu Sisik
Dilansir dari berbagai sumber, Penyu hijau (Chelonia mydas) adalah penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Hewan ini adalah satu-satunya spesies dalam golongan Chelonia.
Mereka hidup di semua laut tropis dan subtropis, terutama di Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik. Namanya didapat dari lemak bewarna hijau yang terletak di bawah cangkang mereka.
Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) adalah jenis penyu terancam punah yang tergolong dalam familia Cheloniidae. Penyu ini adalah satu-satunya spesies dalam genusnya. Spesies ini memiliki persebaran di seluruh dunia, dengan dua subspesies terdapat di Atlantik dan Pasifik.
Penampilan penyu sisik mirip dengan penyu lainnya. Penyu ini umumnya memiliki bentuk tubuh yang datar, dengan sebuah karapaks sebagai pelindung, dan sirip menyerupai lengan yang beradaptasi untuk berenang di samudra terbuka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: