Disbun Kaltim Gencarkan Konservasi untuk Lahan Tidak Produktif

Disbun Kaltim Gencarkan Konservasi untuk Lahan Tidak Produktif

Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal saat diwawancarai langsung di Hotel Mecure.-(Disway Kaltim/ Salsa)-

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mendorong gerakan konservasi untuk wilayah perkebunan yang sudah tidak produktif, terutama pada lahan sawit. 

Upaya konservasi tersebut, salah satunya dengan menanam kembali benih-benih tanaman yang dapat menjaga kelestarian kawasan.

Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan adalah edukasi terkait konservasi.

BACA JUGA: Hijaukan Bumi, Ratusan Bibit Ulin Ditanam di Tahura Lati Petangis

Program ini sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan, serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Area dengan Nilai Konservasi Tinggi (ANKT) di Area Perkebunan.

“Kita mengedukasi masyarakat secara perlahan melalui pelaku usaha negara maupun pengusaha, salah satunya dengan memberikan bibit,” kata Ence Achmad Rafiddin Rizal saat diwawancarai langsung, pada Selasa (23/7/2024) sore.

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur sendiri telah menyebarluaskan kampanye dan bimbingan konservasi ke daerah lain, seperti Jawa Barat dan Kalimantan Barat. 

BACA JUGA: PT Berau Coal Aktif Lawan Stunting

Upaya itu mencakup bimbingan teknis, pelatihan, dan pemberian insentif terhadap masyarakat untuk menjaga sungai dan menanam bibit.

“Kita memberikan informasi dan hal itu juga sudah terealisasikan sampai ke daerah lain seperti Jabar dan Kalbar,” ucap Ence, sapaan akrabnya.

Ence menyebut, Kaltim sudah mengambil posisi lanjut untuk ANKT dengan memperhatikan perkebunan yang sudah dipanen, namun tidak semua lokasi bisa ditanam kembali.

BACA JUGA: Penertiban Lapak di Pasar Pandansari Balikpapan Memanas, Pedagang Minta Solusi Konkret

Kemudian, lanjut Ence, ANKT juga memperhatikan wilayah yang tidak dapat ditanami karena berbagai faktor, seperti kemiringan tanah, situs arkeologi atau keberadaan satwa liar.

“Ini harus diperhatikan, jika ada pelerengan, kita tidak bisa menanam di tempat tersebut,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: