BPJS Kebobolan Rp35 Miliar akibat Klaim Fiktif Rumah Sakit di 3 Provinsi

BPJS Kebobolan Rp35 Miliar akibat Klaim Fiktif Rumah Sakit di 3 Provinsi

Kantor Pusat BPJS Kesehatan di Jakarta.-(Foto/Istimewa)-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tergabung dalam Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) telah mengungkapkan adanya praktik kecurangan besar-besaran di sejumlah rumah sakit di Indonesia. 

Kecurangan tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp35 miliar akibat klaim fiktif dari tiga rumah sakit di tiga provinsi berbeda. 

Hal ini dipaparkan dalam diskusi media yang mengangkat tema 'Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN'.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan bahwa kecurangan ini ditemukan dalam dua jenis layanan kesehatan, yaitu fisioterapi dan operasi katarak. 

BACA JUGA: KPK Terapkan Standar Etika Ketat untuk Jaga Integritas

Dalam sebuah diskusi media bertema 'Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN', Pahala menjelaskan detail temuan tersebut.

"Ada dua layanan yang kita lihat sampai detail yaitu fisioterapi dan katarak. Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim fisioterapi sebanyak 4.341 kasus, tapi sebenarnya hanya ada 1.072 kasus di buku catatan medis. Jadi 3.269 kasus diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya tidak ada di catatan medis. Nilainya mencapai Rp501,27 juta,” ungkap Pahala pada Rabu, 24 Juli 2024.

Selain itu, modus lain yang ditemukan adalah manipulation diagnosis, di mana rumah sakit mencatatkan operasi katarak fiktif. Dari sampel 39 pasien katarak, hanya 14 pasien yang benar-benar membutuhkan operasi, tetapi rumah sakit mengklaim seluruh pasien tersebut pada BPJS Kesehatan.

BACA JUGA: Lawatan ke Paser, KPK Singgung Kasus Korupsi Kukar dan PPU

Phantom Billing dan Manipulasi Diagnosa

Pahala menjelaskan bahwa terdapat dua jenis kecurangan utama yang diidentifikasi, yaitu phantom billing dan manipulation diagnosis. 

Phantom billing terjadi ketika pasien dan terapi tidak ada, tetapi catatan klaim dibuat seolah-olah ada. 

Sedangkan manipulation diagnosis melibatkan pasien dan terapi yang sebenarnya ada, namun klaim yang diajukan melebihi biaya yang sebenarnya.

"Fraud-nya macam-macam, tapi kita ambil cuma dua, phantom billing dan manipulation diagnose. Bedanya, phantom billing, orangnya tidak ada, terapinya tidak ada, catatannya ada. Manipulation diagnose, orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean,” jelas Pahala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: