Amnesti Pajak JIlid II Langsung “Diserbu”, Takut Denda 200 Persen?

Amnesti Pajak JIlid II Langsung “Diserbu”, Takut Denda 200 Persen?

Jakarta, nomorsatukaltim.com – Pengungkapan Pajak Sukarela (PPS) yang dibuka pemerintah sejak 1 Januari 2022 langsung diminati. Program yang disebut sebagai amnesti pajak jilid II ini akan berlangsung sampai 30 Juni mendatang. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, hingga pukul 15.00 WIB, 3 Januari 2022 sudah ada 326 wajib pajak yang mengikuti program ini. "Sampai tadi jam 3 (sore) kepesertaannya sudah 326. Walaupun libur, bukti dua hari libur saja tanggal 1 kita baru bangun tidur, tahun baruan ternyata sudah ada yang memanfaatkan. Ini satu hal dalam pemahaman kami sepertinya memberikan tanda yang cerah lah di 2022," kata Suryo dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (3/1/2022). Suryo tidak menjelaskan berapa nominal yang jadi target program ini. Yang jelas, DJP akan berusaha mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Terlebih saat ini semua dilakukan serba online. Sehingga para wajib pajak tidak perlu repot-repot datang ke kantor pajak. Pengungkapan amnesti pajak jilid II dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps. "Kalau ditanya targetnya berapa, ya sebanyak-banyaknya. Makanya kita mencoba untuk memberikan kemudahan dengan saluran penyampaiannya kita lakukan secara online," tuturnya. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan wajib pajak (WP) untuk memanfaatkan program PPS. Wajib pajak baik perorangan maupun badan usaha harus mengungkapkan hartanya dengan jujur atau dikenakan denda 200 persen. "Harta apa saja belum dilaporkan dan kita ketemu, Anda harus bayar dua kali dari harta tersebut. Jadi mending ikut saja sekarang," kata Sri Mulyani dalam Sosialisasi UU HPP, baru-baru ini. Bagaimana mekanisme pengenaan denda 200 persen buat WP? WP yang belum mengungkap pajak sampai 2015, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final dari harta bersih sebesar 25 persen untuk badan usaha dan 30 persen untuk orang perorangan. Dari tarif ini, WP kemudian akan dikenakan denda sebesar 200 persen. Aturan ini sesuai dengan UU No 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty Pasal 18 ayat 3. Sedangkan WP yang belum mengungkap pajak di 2016-2020 dan ditemukan DJP, akan dikenakan denda 30 persen. “NIK sama dengan NPWP loh sekarang. Saya punya Automatic Exchange of Information loh. Kami dapat informasinya, di mana pun Anda sembunyikan, kami dapat informasinya," katanya. Sri Mulyani mengklaim, pihaknya bisa memungut pajak dari WP meski harta disimpan di luar negeri. Dengan bantuan dari sejumlah negara, otoritas pajak setempat akan memungut pajak atas nama DJP Kemenkeu. Sementara itu, tax amnesty akan diberlakukan untuk dua jenis WP. Pertama, WP yang belum melaporkan hartanya. Mereka akan diminta untuk membayar PPh final sebesar 11 persen untuk harta di luar negeri dan tidak akan dipindahkan ke dalam negeri. Sedangkan, untuk harta luar negeri dan akan dipindah ke dalam negeri dikenakan 8 persen. Kemudian harta di luar negeri yang dipindahkan ke dalam negeri dan diinvestasikan dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi energi terbarukan, dikenakan PPh final 6 persen. Lalu, WP dengan harta kekayaan antara 2016-2020 dan belum diungkap sepenuhnya. WP ini akan dikenakan PPh final sebesar 18 persen bagi harta kekayaan di luar negeri dan tidak akan dipindahkan ke dalam negeri. Sedangkan harta di luar negeri dan akan dipindahkan dikenakan 14 persen. Akan tetapi, jika harta luar negeri yang dipindahkan dan diinvestasikan dalam bentuk SBN dan energi terbarukan akan dikenakan PPh final 12 persen. (*/ben)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: