Alif Turiadi: Bekas Pengusaha yang Melawan Tambang
Bagi Wakil Ketua DPRD Kutai Kartanegara, menyuarakan kepentingan konstituen, sama saja dengan merawat elektabilitas. Meski tak jarang, apa yang disuarakan pemilih, berseberangan dengan kelompok yang dekat dengannya.
Nomorsatukaltim.com - Nama Alif Turiadi, akhir-akhir ini kerap menghiasi halaman media. Pernyataannya sering menjadi kutipan, lantaran bersuara kencang menyoal pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Bukannya tanpa sebab, politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu, jadi tempat mengadu warga yang terdampak. Pekan lalu misalnya, ia menerima kehadiran para perangkat desa yang meminta penghentian izin aktivitas batu bara di Desa Mulawarman. Sebelumnya, pria kelahiran Blitar, 25 Mei 1969 ini juga mendukung proses hukum terhadap penganiaya Camat Tenggarong, Arfan Boma. Alif Turiadi memang punya posisi strategis di gedung legislatif. Ia dipercaya sebagai Wakil Ketua DPRD. Perjalanan karirnya terbilang cukup mulus. Berangkat sebagai pengusaha yang aktif berorganisasi, Pengurus Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Samarinda melenggang ke DPRD Kukar. Ia mendapat dukungan penuh dari masyarakat Dapil 2, Kecamatan Sebulu, Tenggarong Seberang dan Muara Kaman. Pertambangan dan banjir menjadi salah satu isu yang dia bawa untuk menyuarakan kepentingan masyarakat tiga kecamatan tersebut. Ia beranggapan, banjir dan pertambangan menjadi dua hal tidak terpisahkan. Lebih seperti kepada sebab-akibat. Meskipun faktor cuaca turut serta, namun sedikit saja. Ia melihat pertambangan yang dilakukan di beberapa daerah di Kukar, sangat jauh dari kaidah-kaidah pertambangan yang berlaku. Kerusakan alam akibat aktivitas pertambangan yang marak terjadi di Dapilnya. Akhirnya kembali masyarakat yang menjadi "tumbal". Banjir, debu, bahkan longsor kerap menjadi bahaya yang mangintai masyarakat. Ia pun mencontohkan, seperti yang terjadi di Kecamatan Tenggarong Seberang. Tepatnya di Desa Mulawarman. Yang terkepung aktivitas pertambangan batubara. Desa tersebut layaknya pulau kecil yang dikelilingi pertimbangan. Dari segi kelayakan hidup, tentu sangat jauh dari kata layak sama sekali. "Yang resmi saja begitu, apalagi yang ilegal yang semakin tidak memenuhi kaidah pertambangan," ujarnya. Ia melihat, perizinan inilah yang menjadi pangkal utama timbulnya kerusakan yang masif dilingkungan masyarakat. Perizinan yang beralih ke pusat, dianggapnya tidak disertai dengan pengawasan yang ketat. Pemerintah pusat terlihat tidak mampu menjangkau hingga ke daerah-saerah. Meskipun ada, itupun dipastikan tidak maksimal. Sehingga perizinan inipun dianggapnya mesti kembali ke pemerintah daerah. Si pemilik kawasan. Ketika pemilik aktivitas pertambangan berulah, pemerintah daerah yang menjadi pemegang kuasa perizinan bisa memiliki power untuk menegur hingga memberikan sanksi tegas. Daerah pun dipastikan tidak hanya sekedar menerima dampak saja. "Seyogyanya kewenangan dikembalikan ke daerah lagi, sehingga daerah mampu mengendalikan situasi dan kondisi daerah sendiri," timpal Alif lagi. Pria 52 tahun ini menegaskan, keinginan perpindahan kewenangan yang dari pusat kembali ke daerah pun sudah diperjuangkan para legislator di Kukar. Hampir seluruhnya. Sebagai kepanjangan dan representatif dari masyarakat Kukar yang menginginkan adanya perubahan sistem pertambangan di Kukar, tentu terus mendesak pemerintah pusat. Dan seharusnya sudah direspon oleh pemerintah pusat. Namun hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya. "Revisi UU ini agar daerah punya kewenangan, tidak hanya merasakan dampak saja, sementara kewenangan ada di pusat," ditambahkan Alif Turiadi. Tidak hanya pertambangan yang secara legal mengantongi izin saja, menjadi sorotan tajam Alif. Begitupun adanya aktivitas pertambangan ilegal yang masif di Kukar. Tambang di ilegal yang kerap disebut koridoran tersebut tak kalah jumlahnya. Sehingga kejadian yang belum lama ini, terkait dugaan penganiayaan dan pengusiran terhadap aktivitas dugaan tambang ilegal di Tenggarong oleh Camat Tenggarong, Arfan Boma mendapat apresiasi dari mantan Ketua DPC Gapeksindo Kota Samarinda ini. Dan inipun diharapkannya bukan yang terakhir. Namun kerja bersama antara pemerintah daerah, DPRD Kukar dan masyarakat dalam menumpas praktik tambang ilegal di Kukar. "Semoga ada Boma Boma lainnya yang menumpas tambang ilegal ini," tutup Alif Turiadi. (mrf/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: