Mufakat Kanjeng Sinuhun (3): Munculnya Dua Nama

Mufakat Kanjeng Sinuhun (3): Munculnya Dua Nama

Jika pun benar, Usrif tidak mungkin sendiri. Ia butuh kaki tangan untuk menjalankan aksinya itu. Disitulah peran Ucok. Sosok ini kebalikan dari Usrif. Urakan dan sering membuat onar. Maklum, Ucok dibesarkan di kawasan pasar. Broklyn-nya Kota Ulin. Bernyali tinggi dan menguasai kawanan preman.

Sebetulnya, nama Ucok yang duluan muncul. Informasi yang dihimpun Henry mengarah kesitu. Karena Ucoklah yang melakukan transaksi pembelian lahan. Berinteraksi langsung dengan para pemilik lahan. Namun ini baru sekadar informasi awal. Karena Henry sama sekali belum tahu, di mana lahan yang dimaksud itu. Yang katanya seluas 1.000 hektare itu. Apakah sudah ada? Atau masih rencana?  

****

Senin pagi, Henry Natan bersama rekannya kaum Hermes, berkumpul di kantor Pemangku Kota Ulin. Biasanya setiap awal pekan banyak informasi baru. Terkait perkembangan program dari pemangku kota. Kaum Hermes menunggu momen itu setiap awal pekannya. Seperti rutinitas wajib. Entah untuk sekadar bertanya, atau ngobrol kesana–kemari dengan pemangku kota dan jajarannya.

Henry duduk lesehan. Setelah kakinya merasa pegal. Sudah sekitar 10 menit berdiri. Mondar-mandir. Tak ada kursi yang tersisa di depan balai pertemuan itu. Dua kursi di sebelah kanan pintu masuk, sudah diduduki aparat pemangku kota.

Di sebelah kiri pintu, ada satu kursi dan meja. Tampak, tim keamanan kantor pemangku kota mendudukinya. Ia terlihat nyaman berbincang dengan Abe, seorang Hermes. Teman Henry. Abe malah duduk di meja. Dengan posisi miring. Keduanya saling bercerita dan berkelakar.

Para Hermes lain, mengikuti Henry. Duduk lesehan. Berjejer. Bersandar di pagar pembatas terbuat dari kayu hitam. Mengkilat seperti habis dipernis. Posisinya menghadap pintu masuk balai pertemuan itu. Lantainya tidak tampak terlalu kotor. Setiap hari dibersihkan oleh tim kebersihan kantor.

Pintu balai pertemuan masih tertutup rapat. Hanya sesekali para pemangku kota hilir mudik keluar ruangan. Kaum Hermes tidak diperbolehkan masuk. Sebetulnya boleh saja. Apalagi mereka sudah saling mengenal dengan para aparat Pemangku Kota itu.

Tapi, mendengarkan pertemuan dengan beragam persoalan, sama sekali tidak menarik minat. Mending nanti ketemu langsung dengan orang yang dituju. Entah Kepala Pemangku Kota atau jajarannya. Bisa ngobrol to the point saja.

Sekitar pukul 10.30 waktu setempat, para pemangku kota mulai terlihat keluar ruangan. Satu persatu. Ada yang buru-buru meninggalkan tempat. Tapi sebagian besar masih santai dan berbincang bersama sejawatnya.

Wakil Kepala Pemangku Kota terlihat keluar lebih dulu. Kemudian berjalan menuju tangga lantai 3. Diikuti para Hermes. Henry tetap bertahan. Ia berdiri sambil melihat ke sekelilingnya. Abe juga tampak masih bertahan. Tidak ikut dengan rombongan wakil kepala.

Kepala Pemangku Kota akhirnya keluar. Bersama dengan jajarannya. Tampak juga Sesepuh Bidang Pertanian. Yang mengurusi soal ketahan pangan Kota Ulin. Henry dan Abe pun menghampiri.

Memang sedari awal, Henry ingin bertemu dengan Kepala Pemangku Kota. Utamanya dengan Sesepuh Bidang Pertanian. Ketika itu dijabat oleh Khairul Ummah. Biasanya mereka bersama. Bersahabat dekat. Kemana-mana, keduanya sering terlihat berbarengan. Bahkan untuk urusan hobi.

Keduanya suka olahraga ketangkasan. Yang menantang. Seperti off road. Baik kendaraan roda empat yang telah dimodifikasi maupun trail. Melintasi jalur setapak yang sulit dilintasi. Semakin susah medannya. Semakin menantang katanya.

“Hai.. Bagaimana kabar? Sehat,” sapa Sultan, kepala Pemangku Kota. Sultan bukan nama sebenarnya. Setiap pemangku kota digelari nama Sultan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: