Mufakat Kanjeng Sinuhun (2): Mr S dan Temuan Kaum Hermes
Topi merek Under Armor warna merah kesayangannya basah. Itu adalah topi hadiah sang istri yang harus ia jaga. Pun begitu dengan tas pinggangnya. Tapi tak apa, demi Mr S—pikirnya. Seniornya itu baik sekali. Henry beberapa kali dibantu soal keuangan. Ketika anak pertamanya mau masuk sekolah. Mr S lah yang meminjamkan uang itu. Pun tak mau dikembalikan.
Untung saja, di jok motor bebek Henry masih tersimpan jas hujan plastik. Itu perlengkapan khusus yang harus selalu tersedia. Mengingat pekerjaan Henry yang setiap hari berada di luar rumah.
Sekitar 10 menit perjalanan, Henry sudah sampai di Rumah Makan Gemilang. Ternyata, separuh perjalanan sudah tak lagi hujan. Aneh memang. Pertanda apa ya?!...Ah masa percaya mitos.
Henry pun membuka jas hujannya. Kemudian ia letakkan menutupi motornya yang terparkir. Dari jauh Mr S terlihat sendirian. Ia mengenakan blazer hitam dengan kancing terbuka. Kaus dalamnya berwarna putih.
“Loh, ndak ke balai?,” tanya Henry.
“Ini baru dari balai. Sejak pagi saya. Ada tamu,” jawab Mr S. “Ayo, pesan dulu!”.
Setelah selesai makan, Henry memesan kopi susu. Sang senior memesan jus sirsak. Mereka ngobrol kesana kemari. Seperti biasanya.
“Bagaimana, apa info menarik?. Biasanya kamu update soal kota ini,” tanya Mr S.
“Biasa saja, ndak ada yang menarik,” jawab Henry. Kemudian bercerita kegiatan para pemangku kota.
“Ini ada yang menarik. Tapi masih rahasia,” kata Mr S.
Henry membuka topinya. Diletakkan di samping kanan. Badannya yang semula bersandar, ia condongkan ke depan. “Soal apa, bang?”—antusias sekali. Jiwa Kaum Hermes-nya muncul. Telinganya dipasang kuat-kuat. Dengan frekuensi tinggi.
“Hahaa…, ya, nantilah ku ceritakan”.
“Ayolah, jangan begitu. Sedikit saja bocorannya!,” Henry merayu. Sedikit mendesak.
Mr S tak tahan. Sudah lama ia memendam kegelisahan itu. Namun masih tetap ingin melindungi para sejawatnya, sinuhun di balai. Kendati ia kesal. Sudah disampaikan berulang-ulang. Dalam rapat-rapat terbatas. Agar berhati-hati. Ia mencium indikasi pelanggaran.
“Begini!”—diam sejenak. “Soal proyek perluasan lahan 1.000 hektare itu, sepertinya ada yang janggal”. Diam lagi. Sruttt…sruttt.. Mr S menyeruput jus sirsak yang sudah dipesannya. “Anggarannya naik 400 persen. Enggak rasional,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: