Dampak Corona Terhadap Generasi Muda

Dampak Corona Terhadap Generasi Muda

ARIFUDDIN RACHMAT FISU

OLEH: ARIFUDDIN RACHMAT FISU*

Virus corona telah mengubah dunia. Di awal kehadirannya, virus ini menghentikan hampir seluruh aktivitas yang selama ini kita lakukan. Bagi anak muda, terutama bagi mereka yang kurang beruntung, COVID-19 ini menimbulkan dampak yang cukup besar. Terutama pada pendidikan, pekerjaan, kesehatan mental, hingga penghasilan.

Generasi saat ini maupun generasi mendatang akan menanggung sebagian besar konsekuensi ekonomi dan sosial jangka panjang dari krisis ini. Kesejahteraan mereka mungkin akan terganggu oleh pertimbangan ekonomi jangka pendek yang diambil oleh pemerintah.

Dalam kasus COVID-19 ini, anak muda mungkin tidak termasuk dalam kategori kelompok rentan dalam aspek kesehatan jika dibandingkan dengan kelas usia yang lebih tua. Namun seperti yang dijelaskan sebelumnya, COVID-19 tidak hanya berakibat pada kesehatan. Melainkan menyerang hampir seluruh sendi kehidupan kita.

Akses pendidikan dan kesempatan kerja yang terganggu sangat terasa bagi anak muda. Ketidakjelasan waktu berakhirnya COVID-19 membuat semakin suram kondisi mereka. Grafik penyebarannya tidak kunjung menurun bahkan cenderung meningkat. Ini kondisi yang sangat berbahaya bagi anak muda.

AKSES PENDIDIKAN

Salah satu kelompok generasi muda yang paling terdampak COVID-19 adalah mereka yang masih dalam usia sekolah. Baik sekolah dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Sejak COVID-19 pertama kali muncul hingga saat ini, PBB melaporkan kurang lebih 1,52 miliar remaja atau anak muda di dunia terhenti aktivitasnya di sekolah dan universitas akibat pandemi COVID-19. Hal ini tentu sangat mengganggu perkembangan akademik, sosial dan perilaku mereka.

Sementara itu, aktivitas pendidikan tidak lagi berjalan normal semenjak COVID-19 menyerang manusia. Bahkan di era yang dianggap new normal saat ini pun kita belum bisa menerapkan pendidikan normal seperti sebelumnya.

Saat memasuki masa new normal atau normal baru, kegiatan belajar mengajar, baik di sekolah ataupun kampus, dilakukan secara online. Pembelajaran daring atau jarak jauh ini dilakukan pasca pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran Kemdikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa COVID-19.

Setidaknya ada beberapa poin kebijakan terkait pembelajaran online tersebut. Pembelajaran daring dilakukan untuk memberi pengalaman belajar tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan. Aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk dengan mempertimbangkan kesenjangan fasilitas belajar mengajar.

Namun kita sering mendengar cerita betapa sulitnya seorang siswa atau mahasiswa menjalani pembelajaran jarak jauh yang diberikan oleh pihak sekolah atau kampus. Kesulitan tersebut semakin meningkat berdasarkan tempat tinggal siswa. Di mana semakin ke desa semakin sulit dan begitu pun sebaliknya.

Kesenjangan infrastruktur penunjang pembelajaran online seperti penggunaan smartphone, internet serta laptop antara siswa yang tinggal di kota dan desa masih sangat jauh. Untuk penggunaan internet, siswa perkotaan memiliki persentase lebih tinggi (62,51 persen) dibandingkan siswa perdesaan (40,53 persen).

Penggunaan telepon seluler siswa perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan siswa di perdesaan (76,60 persen vs 64,69 persen). Sementara itu, siswa yang menggunakan komputer di perkotaan dua kali lipat dibandingkan siswa di perdesaan: 31,37 persen berbanding 15,43 persen.

Masalah pendidikan di tengah pandemi COVID-19 ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pembagian paket data dan pulsa gratis per bulan. Karena permasalahan ini bukan hanya soal ada atau tidaknya kuota internet. Tetapi bagaimana kualitas pendidikan tetap terjaga. Agar kita tidak kehilangan generasi emas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: