Indonesia di Tengah Tekanan Tarif Dagang AS dan Rivalitas dengan China

Indonesia di Tengah Tekanan Tarif Dagang AS dan Rivalitas dengan China

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump-istimewa-

JAKARTA, NOMORSATUKALTIM Kebijakan tarif dagang tinggi yang kembali diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump memicu keprihatinan dari berbagai kalangan, termasuk pakar ekonomi dan pelaku usaha.

Dengan besaran tarif mencapai 32 persen, kebijakan ini dinilai dapat menimbulkan tekanan besar terhadap mitra dagang utama AS, termasuk Indonesia.

Pakar Ekonomi dan Kebijakan Publik, Freesca Syafitri, yang juga dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, menilai bahwa kebijakan tarif tersebut tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga mengandung muatan politik yang kuat.

“Secara politik, kebijakan ini bisa dibaca sebagai bentuk pemaksaan diplomatik. AS menggunakan kekuatan ekonominya untuk menekan negara-negara lain agar tunduk pada agenda nasional mereka,” kata Freesca dikutip dari Disway.id, Minggu (6/4/2025).

BACA JUGA : Hadapi Tarif Dagang AS, Pemerintah Siapkan Strategi Mitigasi Dampak Ekonomi

Menurut Freesca, Indonesia selama ini menerapkan tarif impor yang cukup tinggi terhadap sejumlah produk asal AS, termasuk di sektor otomotif, pertanian, dan tekstil.

Langkah itu bertujuan untuk melindungi industri strategis dalam negeri dari serbuan produk asing.

Namun dengan diberlakukannya tarif balasan dari AS, posisi Indonesia kini menjadi serba salah.

“Indonesia dihadapkan pada dilema yang sulit: apakah akan mempertahankan tarif tinggi demi melindungi industri lokal, ataukah menurunkannya untuk menjaga akses pasar ekspor ke AS. Keduanya memiliki konsekuensi besar,” ujarnya.

Freesca menegaskan bahwa kondisi ini mencerminkan betapa rentannya kedaulatan ekonomi Indonesia di tengah dinamika perdagangan global.

BACA JUGA : Universitas Mulawarman Siap Dukung Program Pendidikan GratisPol

Ketergantungan pada pasar ekspor tertentu, terutama AS, membuat Indonesia harus berhitung secara cermat dalam mengambil keputusan.

Tak hanya dari sisi perdagangan, dampak kebijakan ini juga harus dilihat dalam konteks geopolitik.

Freesca menyampaikan bahwa meskipun kebijakan tarif tersebut tidak secara eksplisit ditujukan kepada China, Indonesia bisa terseret dalam rivalitas antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: