Bankaltimtara

Apa Keutamaan Berpuasa Enam Hari di Bulan Syawal? Simak Penjelasannya

Apa Keutamaan Berpuasa Enam Hari di Bulan Syawal? Simak Penjelasannya

Ilustrasi bulan Syawal.--

Yaitu berpuasa sunah tiga hari pada setiap bulan. Pemilihan harinya tidak ditentukan. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari Mu'adzah al-Adawiyah:

أَنَّهَا سَأَلَتْ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلُّ شَهْرِ ثَلاثَةَ أيَّامِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، فَقُلْتُ لَهَا: مِنْ أيِ أَيَّامِ الشهْرِ كَانَ يَصُومُ؟ قَالَتْ: لَمْ يَكُنْ يُّبَالِي مِنْ أيِّ أيَّامٍ الشَّهْرِ يَصُومُ

Artinya: "Bahwa Mu'adzah al-Adawiyah pernah bertanya kepada Aisyah istri Nabi Muhammad saw:

"Apakah Nabi Muhammad saw berpuasa tiga hari pada setiap bulan?". Kemudian Aisyah menjawab: "Iya". Kemudian aku bertanya lagi: "Pada hari apa nabi berpuasa setiap bulan?" Kemudian Aisyah menjawab: "Nabi tidak perduli pada hari apa berpuasa pada setiap bulannya"."

Menurut An-Nawawi, meskipun hadits ini bersifat umum, yang dimaksud dengan anjuran puasa tiga hari setiap bulan adalah pada pertengahan bulan.

Ini bertepatan dengan anjuran puasa Ayyamul Bidh atau hari yang malam sebelumnya bulan tampak terang. Tepatnya pada tanggal 13, 14, dan 15. (An-Nawawi, halaman 720).

Hal serupa juga disimpulkan oleh Imam Al-Bukhari dalam meletakkan anjuran puasa tiga hari setiap bulan pada bab puasa Ayyamul Bidh. Al-Bukhari menghadirkan hadits berikut:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَوْصَانِيْ خَلِيْلِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ: صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيِ الصُّحَى وَأَنْ أُوْتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: "Kekasihku (Nabi Muhammad) saw berwasiat kepadaku dengan tiga hal. Antara lain: Puasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat dhuha dan berwitir sebelum tidur"."

Dalam menjelaskan hadits di atas, Ibnu Hajar Al-'Asqalani berpendapat, Al-Bukhari memiliki kebiasan memberikan isyarat terhadap sebuah hadits dengan berbagai jalur.

Dalam kasus hadits di atas, ternyata ditemukan hadits serupa yang diriwayatkan oleh para ahli hadits yang lain. Seperti Imam Ahmad, An-Nasai dan Ibnu Hibban, dari jalur Musa bin Thalhah dari Abu Hurairah ra. Kisahnya, suatu saat datanglah seorang A'rabi dengan membawa kelinci yang telah dia panggang.

Kemudian Nabi menyuruh memakannya. Namun dia tidak memakannya. Lantas nabi bertanya: "Apa yang menghalangimu untuk memakannya?". Dia menjawab: "Saya berpuasa tiga hari setiap bulan". Lalu Nabi menegaskan: "Jika kamu berpuasa, maka berpuasalah bidh." (Fathul Bari, [Beirut, Darur Risalah Al-'Alamiyah: 2013], juz VI, halaman 496).

Langkah para ahli hadits dalam memberikan taqyid atau batasan pada hadits yang redaksinya muthlaq atau tidak terbatas, tidak lain memiliki tujuan agar anjuran puasa tiga hari setiap bulan dapat diterapkan oleh umat Islam secara menyeluruh.

Seandainya hadits di atas tidak diberi batasan, maka jangan-jangan kesunahan puasa tiga hari tersebut hanya berlaku untuk Abu Hurairah saja. Berbeda dengan para ahli hadits di atas, Al-Baihaqi justru menawarkan teknis pelaksanaan puasa tiga hari dalam setiap bulan selain Ayyamul Bidh di atas.

Seperti berpuasa pada hari Senin, Kamis dan Kamis berikutnya. Al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Said bin Sulaiman dari Syarik, ia berkata:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: