Program Tanam Padi Gunung 10 Hektare di Mahulu Dinilai Gagal, Ketua DPRD Dorong Evaluasi Total
Penanaman padi gunung di Mahulu.-istimewa-
MAHULU, NOMORSATUKALTIM - Ketua DPRD Mahulu, Devung Paran menilai program tanam padi gunung 10 hektare (ha) setiap kampung di Mahulu gagal tercapai.
Ini terbukti bahwa kebutuhan beras di Mahulu masih mengandalkan pasokan dari luar daerah. Padahal, katanya, tujuan utama program yang digagas Pemkab Mahulu itu untuk meningkatkan produksi padi.
Namun, faktanya bahwa hingga kini kebutuhan beras justru sebagian besar datang dari luar. Bahkan beberapa waktu lalu, masyarakat di wilayah perbatasan justru dihadapkan dengan krisis beras.
“Terkait program ladang 10 hektare yang sudah berjalan kurang lebih 6 tahun di Mahulu ini. Kita harus melihat secara objektif bahwa program ini saya anggap gagal. Karena sampai hari ini Mahulu belum swasembada beras. Kita masih bergantung dari luar,” ujar Devung Paran saat diwawancara NOMORSATUKALTIM pada acara tanam jagung bersama Polres Mahulu, Kamis 4 September 2025.
BACA JUGA: Ketua DPRD Mahulu Sebut Demo adalah Alarm Bagi Pejabat: Mudahan ke Depan Lebih Baik
Dia menegaskan, agar program tersebut segera dievaluasi karena sudah banyak anggaran dari APBD Mahulu yang habis untuk membiayai program itu.
Menurutnya, program tersebut sebenarnya bagus untuk mewujudkan swasembada padi, di tengah kebutuhan beras yang terus meningkat.
“Anggaran untuk program itu juga luar biasa besar. Ini harus kita evaluasi. Artinya, ketika ini gagal, maka harus diganti atau mengalihfungsikan anggarannya ke yang lain. Jadi mungkin ke depan harus dipikirkan apa program yang sangat bagus, dan bermanfaat untuk masyarakat,” ujarnya.
Politisi Partai Gerindra ini menilai bahwa gagalnya program tersebut karena dihadapkan dengan beberapa kendala teknis, di antaranya karena kondisi di setiap wilayah yang berbeda-beda.
BACA JUGA: Berpotensi Tingkatkan PAD, DPRD Mahulu Dorong Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat
Kemudian, lambatnya pencairan anggaran juga turut berpengaruh terhadap tingkat produksi, karena proses tanam yang tidak tepat waktu.
“Misalkan seharusnya tanam di bulan Oktober tapi justru tanam di bulan November. Jadi dengan terlambatnya proses tanam, maka akan berimbas pada hasilnya juga,” ungkapnya.
Devung mendorong agar kedepannya program itu perlu diganti dengan program yang lain, misalkan program pembukaan sawah, penanaman kakao, kopi, tebu atau sektor produktif lainnya.
Ia menginginkan agar anggaran yang dialokasikan betul-betul berdampak positif bagi masyarakat, dengan menunjukkan hasil yang maksimal.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
