Banyak Sebabkan Kematian, Dinkes Kaltim Ingatkan Bahaya Laten Penyebaran TBC
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin.-istimewa-
Di Kaltim sendiri, estimasi prevalensinya meningkat setiap tahun, dari tahun lalu sekira 15 ribu, sekarang mencapai 21.868 kasus.
Dikatakan Jaya, Anak-anak lebih rawan terinfeksi TBC karena metabolisme yang lemah dan rawan stunting.
Apalagi, Kasus Stunting di Kaltim ini masih tinggi di atas rata-rata nasional pada angka 22.
BACA JUGA : DP3A Kutim Tanggapi Kasus Pembuangan Bayi: Pentingnya Edukasi dan Pendampingan Psikologis
Sedangkan menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) saat ini di angka 19,8 persen, meski idealnya pada angka 14 persen.
"Di Kaltim sendiri, ada banyak penderita TBC yang harus kita bantu, sehingga bisa mengurangi angka kematian yang biasa dilaporkan hampir 800 orang tiap tahun. Tahun lalu 454 orang," ujarnya.
Meski penyebaran kasus TBC dengan angka kematian cukup tinggi, yakni mencapai 144.000 kematian per tahun di Indonesia.
Namun dikatakan Jaya, Masyarakat jangan khawatir. Pasalnya, TBC bukanlah penyakit dengan daya penularan yang cepat seperti COVID-19.
"Terakhir ini baru saya dapat informasi ada sebanyak 144.000 orang meninggal. Kan miris, memang TBC ini tidak mungkin menjadi pandemi seperti Covid-19, jadi jangan takut karena penularannya sulit. Maksudnya, penularannya itu kita harus berinteraksi dengan orang TBC itu minimal 6 bulan, baru kita tertular. Itu yang pertama. Yang kedua juga sangat terkait dengan kekurangan gizi. Kalau kita kurang gizi, bisa mudah terkena infeksi akibat tuberculosis," jelas Jaya.
Adapun temuan global pada tahun 2014, sekira 12,7 miliar orang diperkirakan memiliki ILTB dan berisiko berkembang menjadi penyakit TBC aktif seumur hidup.
BACA JUGA : 40 Persen Warga PPU Masih Lulusan SD, Faktor Ekonomi jadi Alasan Enggan Lanjutkan Pendidikan
Ia menambahkan bahwa tinjauan sistematis terhadap 11 penelitian di Asia Tenggara menunjukkan 24,4 hingga 69,2 persen anak di bawah 15 tahun yang berkontak dengan penderita TBC aktif, 3,3 hingga 5,5 persen di antaranya akan berkembang menjadi TBC aktif.
"Tingginya angka kasus TBC aktif di Indonesia menyebabkan banyak populasi berisiko terkena ILTB," ujarnya.
"Kita ingin penanggulangan TBC dilakukan dengan serius karena angka kematiannya juga tinggi. Meskipun tampaknya tidak terlihat, TBC adalah salah satu pembunuh saudara-saudara kita. Dari Januari hingga Juli 2024, tercatat 235 orang meninggal di Kaltim," sambung Jaya.
Namun, angka pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) di Indonesia masih sangat rendah. Kalimantan Timur sendiri baru mencapai 1,8 persen dari target kontak serumah yang mendapatkan TPT pada tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
