Tambang Ilegal Menjadi Momok Bagi Warga Sumber Sari Kutai Kartanegara

Jumat 28-06-2024,21:45 WIB
Reporter : Salsa
Editor : Tri Romadhani

Diketahui, sejak 2009 PT Borneo Mitra Sejahtera (BMS) sudah masuk ke wilayah Sumber Sari untuk melakukan penambangan. Kemudian, pada 2013 terjadi penolakan terhadap warga.

Namun, di saat 2020 lalu izin perusahaan tersebut diperpanjang hingga 2030. 

Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara perusahaan itu terdaftar pada Kementerian ESDM dengan nomor 503/6109/IUP-OP/DPMPTSP/X2020 seluas 3.411 Hektar.

“Sekarang PT BMS mulai datang lagi, jadi saya heran pitnya itu berada dikantor desa dan perumahan warga,” tegasnya.

BACA JUGA : KESDM: Ormas Wajib Bayar Kompensasi, Jika Kelola Tambang

“Kenapa ini bisa lolos amdalnya, karena kan ini perumahan dan kantor. Kata mereka (perusahaan) nanti akan dibuatkan lagi tempat yang baru. Saya bilang dimana mau dibuatkan kita enggak punya tanah,” sambungnya.

Untuk diketahui, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kutai Kartanegara Nomor 01.1/590/PL/DPPR/II/2022, pada tanggal 24 Februari 2022 tentang Penetapan Kawasan Pertanian komoditas padi di Kabupaten Kutai Kartanegara. Desa Sumber Sari menjadi lumbung pangan di Kukar, Kalimantan Timur.

“Jadi sudah seharusnya izin pertambangan dan izin lingkungan PT MBS dicabut. Supaya kami bisa hidup tenang, dan bercocok tanam dengan bertani,” tandasnya.

Sementara itu, Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari membeberkan, sejumlah kasus gesekan antara warga dengan tambang dan pelabuhan llegal kerap terjadi di Kaltim.

Salah satunya yakni pengangkutan batu bara llegal yang berlokasi di kawasan Desa Sumber Sari dan Dusun Merangan, Desa Loh Sumber, yang keduanya berada di Kecamatan Loa Kulu Kutai Kartanegara yang sudah berlangsung sejak 2022. 

BACA JUGA : Wacana Samarinda Bebas Tambang 2026, Daniel Sebut Pembangkit Listrik Masih Perlu Batubara

Kemudian, Jatam Kaltim mendesak pembatalan operasi tambang PT BMS, yang akan menyebabkan sejumlah dampak negatif di Desa Sumber Sari.

Mulai dari ancaman produksi pangan seluas 1.416 hektar yang 80 persennya adalah kawasan pertanian.

“Selain padi, desa ini juga menghasilkan sayur-sayuran dan hortikultura, yang terletak di tiga RT, yaitu RT 8,9, dan 10. Luas lahan untuk sayur-sayuran mencapai 50 hektar,” ucap Eta saat diwawancarai langsung.

Bagi Eta, pertambangan ilegal yang tidak ditindak secara serius akan melumpuhkan potensi andalan ekowisata di Desa Sumber Sari.  

“Sejumlah situs wisata terancam oleh operasi penambangan itu, diantaranya wisata puncak Bukit Biru di RT 09, wisata embung mata air di RT 08, wisata sejarah terowongan lori batu bara peninggalan Belanda dan Jepang di RT 04 dan RT 02, hingga wisata edukasi kebun sayur dan 10 homestay untuk wisatawan,” tekannya.

Kategori :