Bankaltimtara

Transisi Energi di Kaltim Mandek, Ketergantungan pada Batu Bara Jadi Penghambat Utama

Transisi Energi di Kaltim Mandek, Ketergantungan pada Batu Bara Jadi Penghambat Utama

Lokakarya jurnalisme energi bertajuk "Transisi Energi Menantang Dominasi Pertambangan" yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda bekerja sama dengan Yayasan Indonesia Cerah-Salsabila-Disway Kaltim

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Transisi energi di Kalimantan Timur masih sebatas wacana. Di balik gencarnya narasi energi terbarukan yang digaungkan pemerintah pusat, wilayah ini tetap bertumpu pada energi fosil, terutama batubara.

Dengan 26 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) aktif dan menjadi wilayah penyumbang 68 persen sumber daya batubara nasional, Kaltim menghadapi tantangan besar untuk keluar dari jeratan energi kotor.

Minimnya inisiatif daerah dan absennya dukungan politik anggaran memperparah situasi.

Rencana transisi energi yang diklaim ada pun tidak tercermin dalam postur APBD, terutama dalam alokasi anggaran ke instansi teknis seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Hal tersebut disampaikan oleh Buyung Marajo, selaku narasumber dalam lokakarya "Transisi Energi Menantang Dominasi Pertambangan" yang digelar AJI Samarinda bersama Yayasan Indonesia Cerah, pada (7/8/2025).

"Belum ada keseriusan politik anggaran di daerah untuk mendukung transisi energi. Sementara Indonesia ingin mencapai net-zero emission pada 2060," kata Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30.

BACA JUGA : Kader PDI Perjuangan Bontang Terjaring Kasus Narkotika, Partai Tunggu Surat Pengunduran Diri

Meski pemerintah menargetkan emisi nol pada 2060, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) mencatat bahwa penggunaan energi fosil masih sebesar 26,4 persen pada tahun tersebut.

Dalam lokakarya itu, jurnalis dari Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara, dan Bontang turut membahas sejauh mana dekarbonisasi dijalankan secara nyata, di tengah emisi energi kotor yang disebut akan diimbangi oleh serapan hutan tersisa.

Di sisi lain, pemahaman masyarakat tentang transisi energi masih bias narasi kendaraan listrik.

Survei Yayasan Indonesia Cerah pada akhir 2023 di empat wilayah, termasuk Kaltim, menunjukkan bahwa 70 persen anak muda memahami transisi energi sebagai peralihan dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.

"Kampanye kendaraan listrik begitu dominan. Padahal isu utamanya bukan itu. Transisi energi berarti keluar dari ketergantungan terhadap energi kotor seperti batu bara," lanjut Wicaksono Gitawan, perwakilan dari lembaga tersebut.

Ia menekankan, transisi energi tidak bisa dipandang semata dari sisi teknologi.

BACA JUGA : Fenomena Bendera One Piece, Begini Respons Wali Kota dan Kapolres Bontang

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: