Bayangkan!! Ekonomi Kaltim Riskan Jika Hanya Ditopang Migas dan Tambang
Kepala SKK Migas Perwakilan Kalsul saat membuka Forum Diskusi Hulu Migas, Kamis (11/7/2019).
“APBD Kaltim dan kabupaten/kota 90 persen ditopang dari pusat. Hanya 10 persen berasal dari PAD. Dan 80 persen dari yang 90 persen itu berasal dari pertambangan migas dan batu bara yang riskan dipengaruhi kondisi global”.
——- Aji Sofyan Effendi ——
Balikpapan, DiswayKaltim.com – Berbicara soal kontribusi industri hulu migas memang memancing pro dan kontra. Data-data menunjukkan bahwa triliunan uang yang digelontorkan dari Dana Bagi Hasil (DBH) per tahunnya melalui dana perimbangan, namun daerah penghasil tampak masih kurang sentuhan.
Misalnya saja infrastruktur yang kurang bahkan tidak layak, seperti jalan dan pembangunan fisik lainnya.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman Aji Sofyan Effendi menyebut, industri migas memiliki resistensi terhadap dinamika ekonomi global, nasional dan daerah. Padahal, kunci manajemen sumber daya alam terletak pada kesejahteraan masyarakat.
Sumber daya alam Kaltim selalu disebut berlimpah. Menurut Adji Sofyan, anggapan ini dipandang tidak sejalan dengan kondisi perekonomian yang kembang kempis.
“DBH migas seolah miskin manfaat,” katanya dalam Forum Diskusi Hulu Migas yang digelar SKK Migas Pusat di Grand Jatra Hotel Balikpapan, Kamis (11/7/2019).
Aji mencontohkan, pendapatan asli daerah (PAD) Kaltim yang 90 persennya berasal dari dana transfer pusat. Sementara 80 persen dari angka itu, kata dia, berasal dari dua leading sector; batubara dan migas.
Kaltim sebagai daerah yang hidup dari pertambangan, baik migas dan batubara patut instropeksi. Kenapa ?
Cadangan minyak Indonesia hanya 0.5 persen dari cadangan dunia. Sementara gas 1.4 dan batubara 3.4 persen cadangan dunia.
“Ironis sekali kalau APBN atau APBD kita bergantung pada dua sektor ini. Celakanya, dua-duanya ini resisten terhadap ekonomi nasional bahkan global,” tambah Ketua Pusat Kajian Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, Universitas Mulawarman itu.
Secara mikro, Aji menambahkan, kontribusi SKK Migas beserta perusahaan migas memang terasa. Dengan ratusan jumlah kontraktor serta sub kontraktor yang terlibat dalam kegiatan hulu menambah lapangan pekerjaan dan menekan angka pengangguran. Serapan tenaga kerja juga membuahkan income per kapita naik dan otomatis kemiskinan menurun.
“Namun kita nggak bisa keluar dari zona aman. Dininabobokan dengan dana transfer. Dan kita terbiasa dengan hal seperti itu. Tidak ada inovasi. APBD yang diinfus dari dana bagi hasil sama dengan orang di ICU. Dan kita terbiasa dengan APBD tidak sehat. PAD di bawah 10 persen,” paparnya.
Kepala Perwakilan SKK Migas Kalimantan-Sulawesi Saifudin menampik jika industri hulu tidak bernilai manfaat. Ia menyebut manfaat itu justru nyata dirasakan masyarakat dan melalui banyak pintu. Tidak hanya dana bagi hasil, juga melalui tanggung jawab social perusahaan (CSR).
Bahkan dalam industri yang membutuhkan gas, sangat bergantung pada produksi yang dihasilkan dari lapangan-lapangan yang ada di Kaltim dan Kaltara. Jika SKK Migas beserta KKKS tidak memproduksi gas, akan ada banyak pekerja yang kehilangan mata pencaharian. Begitu juga dengan pajak yang tidak terbayarkan. Baik itu pajak perusahaan dan pajak pekerja.
“Tidak tepat kalau manfaat hulu migas dikatakan hanya dengan dana bagi hasil,” tegasnya. (eny/dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: