Kuasa Hukum 01 dan 03 Kukuh Persoalkan Sirekap, Ahli: Seperti Meributkan Pepesan Kosong
Saksi Ahli KPU, Prof Marsudi Wahyu menjelaskan bahwa Sirekap pada akhirnya akan sama dengan perhitungan manual berjenjang KPU.-tangkapan layar-youtube
JAKARTA, NOMORSATUKALTIM- Sidang sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi kian memanas. Kuasa hukum pemohon dari paslon 01 dan 03 terus menggiring bahwa Sirekap biang dari masalah dan menjadi alat bantu kecurangan.
Seperti yang diungkapkan Refly Harun, kuasa Hukum Pemohon 01 dalam sesi konfrensi pers mengemukakan bahwa Sirekap memandu kecurangan, sehingga mengarahkan penghitungan manual berjenjang dapat diarahkan dan menguntungkan paslon tertentu.
Prof Marsudi Wahyu Kisworo sebagai saksi ahli KPU, mempertanyakan pendapat itu. Kata dia berdasarkan undang-undang bahwa yang digunakan sebagai acuan adalah perhitungan manual berjenjang.
Baca Juga:
Dikabarkan Maju di Pilgub Kaltim, Rudy Mas'ud: Kita Masih Fokus Pileg dan Pilpres
“Setiap tahun sejak 2004, kenapa sistem perhitungan digital itu selalu dipermasalahkan?. Padahal kita tahu, suara yang sah itu perhitungan suara berjenjang. Artinya Sirekap tidak berpengaruh pada perhitungan suara manual berjenjang itu,” kata Prof Marsudi ketika menyampaikan kesaksiannya di hadapan mahkamah.
Pernyataan Prof Marsudi dari ITB itu gamblang ditayangkan di beberapa channel youtube media-media nasional.
Sirekap itu, kata dia, adalah media publikasi dari hasil perhitungan dan proses perhitungan suara berjenjang dan menjadi alat bantu rekapitulasi KPU.
“Kalau ada opini pada Sirekap itu ada kejahatan, kita bisa lihat dan bandingkan dari perhitungan lembaga hitung cepat lainnya. Seperti diketahui ada 12 lembaga hitung cepat, angkanya tidak berbeda jauh dengan angka KPU. Angka rata-rata eror hanya 0,07 persen,” jelas Marsudi.
Baca Juga:
Wacana Politik Sopir Online, Respons Isu dan Pilihan Masyarakat
Dipaparkan pula bahwa ada kelompok masyarakat sipil membuat berbagai macam perhitungan riil.
Contoh, Kawal Pemilu 2024, ini dimotori oleh lembaga-lembaga terkemuka sehingga hasilnya juga dapat dihormati. Ada Jaga Suara 2024 yang dipelopori para tokoh nasional.
Kemudian ada Jaga Pemilu 2024. Ini lebih luas lagi. Ada beberapa BEM yang mengawal perhitungan nyata.
Nah, perbandingan dari Kawal Pemilu, Jaga Suara dan Jaga Pemilu juga sama. Hasilnya tidak terlalu jauh.
Yang paling tinggi, kata dia, Jaga Pemilu. Karena melakukan pembulatan angka. Angka persennya dihilangkan komanya.
“Tapi kalau kita lihat perbedaannya tidak terlalu banyak”.
Baca Juga:
Jelang Pilwali, Golkar Samarinda Sebut Beberapa Partai Sudah Bangun Komunikasi Politik
Kenapa kemudian jadi masalah? Karena data Sirekap apa adanya langsung ditampilkan di web. Mestinya menurut Prof Marsudi, data yang ditampilkan di web itu harus sudah diverifikasi dulu.
“Jadi mestinya data itu dibagi dua. Yang sudah terverifikasi yang ditampilkan, yang belum, diperbaiki dulu sebelum ditampilkan. Jadi, mudah-mudahan untuk tahun 2029 nanti ini diperbaiki, biar tidak ada lagi sidang soal Sirekap itu,” jelasnya.
“Ribut-ribut Sirekap itu pepesan kosong saja. Kecuali kalau cuma cari-cari kesalahan saja ya...”
Pada sidang itu, Kuasa Hukum Paslon 01 Bambang Widjojanto merespons keras dengan membandingkan slide yang ditampilkan ahli KPU.
Menurut Bambang, tak bisa dibandingkan data KPU yang sudah 88 persen dengan yang di Jaga Pemilu yang angkanya baru 50 persenan.
“Bagaimana bisa membandingkan itu?,” ujar Bambang.
“Kalau data itu sudah lebih dari 50 persen, tidak akan terlalu banyak pengaruhnya,” jawab Prof Marsudi.
Baca Juga:
Sah! KPU Umumkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024
Menurut pendapat Prof Marsudi, Sirekap itu justru pada akhirnya akan mengacu pada perhitungan manual berjenjang. Misalnya ada masalah atau eror di tingkat TPS, maka nanti akan disesuaikan ketika perhitungan di kecamatan atau kabupaten/kota. Ada perbaikan sehingga hasilnya akan sama.
“Sehingga setelah ditetapkan hasil final oleh KPU pada 20 Februari itu, angka Sirekap akan sama,” jelasnya.
Sementara itu Hakim MK Arief Hidayat menyampaikan bahwa Sirekap hampir sama dengan Situng. Mestinya kan itu menjadi alat bantu dan membantu.
“Nah, kalau yang dipakai manual dan berjenjang kan, kenapa harus persoalkan Sirekap? Lalu bagaimana cara mengecek yang manual berjenjang?”.
Indonesia ini, kata Hakim Arif, wilayahnya besar sekali dan banyak TPS-nya. Lain hal dengan Pilkada yang skupnya kecil.
Baca Juga:
NasDem Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, Terima Hasil Pilpres 2024
“Maka dibutuhkan etikad baik dari jajaran KPU. Ini tidak hanya untuk sekarang tapi untuk ke depan,” katanya.
Menurut Prof Marsudi, cari pengecekannya saat ini mudah saja. Bisa dilakukan pengecekan dari atas. Dibalik. Misalnya, bisa dicek dari hasil secara nasional, apa ada masalah?. Itu bisa dicek dari hasil tiap-tiap provinsi. Kalau dijumlah angkanya sama, berarti sudah klir.
Pun begitu jika ada masalah di tingkat provinsi. Misalnya di Jatim. Bisa dilakukan pengecekan hasil dari tingkat kabupaten di Jatim. Sinkron tidak hasilnya. Dan begitu seterusnya.
“Nah, kalau datanya tidak sama, berarti ada masalah di KPU. Kan begitu saja,” imbuhnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: