Pemilu Serentak 2024, 788 Caleg Berebut 55 Kursi DPRD Kaltim
Ketua Bawaslu Kaltim Hari Dermanto (kanan) pada sesi podcast Good Time di Rumah Disway Kaltim Jalan Gatot Subroto, Samarinda. -Ari Pangalis-Disway Kaltim
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Timur Hari Dermanto menyebutkan bahwa ada sekitar 114.000 orang yang terlibat pada Pemilu Serentak 2024 nanti. Itu angka total apratur yang dibentuk oleh Bawaslu dan KPU Kaltim.
“Untuk pengawas kelurahan desa saja Bawaslu punya 1.038 apratur. Totalnya sih sekitar 2.400 orang yang terlibat,” kata Hari Dermanto pada sesi podcast Good Times di Rumah Disway Kaltim di Jalan Gatot Subroto, Samarinda, Jumat (5/1/2023).
Angka tersebut menyesuaikan dengan jumlah tempat pemungutan suara (TPS) di Kalimantan Timur yang mencapai 11.441. Tinggal dikalikan saja jumlahnya. Jika Bawaslu butuh 1 orang tiap TPS, maka KPU lebih banyak lagi. Berkisar 7 orang per TPS.
“Jadi totalnya 114.000 orang aparatur yang terlibat,” jelasnya.
Apakah angka tersebut cukup untuk mengcover atau mengawasi proses kontestasi demokrasi Pemilu Serentak 2024 di Kaltim?
Menurut Hari, jika penyelenggaraan pemilu dimaksudkan untuk menghukum pelanggar, tentu angka tersebut kurang dari cukup. Tapi jika untuk membangun tatanan penyelenggaraan pemilu yang baik saja, maka itu dirasa optimal.
Namun kendati demikian, kata Hari, melihat dari penyelenggaraan pemilu sebelumnya, kali ini Pemilu Serentak 2024 bisa dibilang kondisinya lebih baik. Ia mengukur presentasi pelanggaran selama kampanye.
Menurut Hari dari 1.800 kegiatan kampanye pileg dan pilpres di Kaltim, laporan masuk kategori pelanggaran kampanye Pemilu Serentak 2024 masih di bawah 5 persen.
Kendati begitu, Hari tak memungkiri jika ada praktik-praktik kompetisi yang tidak fair. Atau ada yang bermain curang. Bisa saja terjadi. Terutama dalam kontestasi pemilihan calon anggota legislative (Caleg).
Bayangkan saja, dari 788 orang caleg yang terdaftar sebagai peserta tetap, memperebutkan 55 kursi di DPRD Kaltim.
“Ya bisa saja kan watak primitif kita ingin menang. Tentu segala cara dilakukan,” katanya.
KEDAULATAN RAKYAT
Bagaimana dengan wacana pemilu digital yang dianggap dapat meningkatkan partisipasi pemilih, menekan angka pelanggaran karena minim tatap muka dan yang paling penting ini; Lebih murah?.
Menurut Hari Dermato, pemilu sistem manual dan kolosal seperti saat ini dianggap masih relevan, ketimbang digital. Karena pemilu itu, kata dia, sebagai sarana kedaulatan rakyat. Yang sering jadi pertanyaan adalah, apakah pemilu digital itu mencerminkan kedaulatan rakyat atau tidak?.
Karena itu, saat ini proses pembuktian di Mahkamah Konstitusi (MK) pun menggunakan berkas-berkas manual.
Kemudian hal lain. Misalnya terkait dengan sarana teknologi digital. Apa sudah menjamin keamanan?. Karena justru rawan dari manipulasi digital.
“Kalau sekarang, berkas suara dari TPS bisa dikawal sampai ke pusat. Karena proses verifikasinya masih manual. Nah, digital bisa menjamin itu tidak?”.
Menurutnya, pemilu manual mencerminkan semangat kebangsaan, yakni gotong royong dan saling berjumpa. Pergi ke TPS untuk saling bertatap-muka.
“Memang dari segi biaya mahal, tapi ini bagian dari kearifan lokal. Dan ini tidak dimiliki bangsa lain. Pemilu ini musyawarah rakyat,” imbuhnya.
KAMPANYE MEDSOS
Pemilu serentak 2024 (Pileg dan Pilpres) tinggal sebulan lagi. Karena itu bagi warga atau partisan peserta pemilu untuk tetap memperhatian aturan yang berlaku.
Misalnya praktik yang sering terjadi, kampanye di media sosial. Baik dalam bentuk ajakan atau menampilkan simbol-simbol yang dapat dikualifikasikan pada ajakan tadi.
Ketua Bawaslu Kaltim Hari Dermanto memilah. Antara masa sebelum tahapan pemilu, masuk tahapan pemilu dan masa kampanye.
Menurutnya konten-konten digital yang sebelum tahapan pemilu tidak akan dipersoalkan. Karena bisa jadi terjadi perubahan-perubahan ketika masuk tahapan pemilu.
“Misalnya kan nomor urut caleg bisa berubah dari daftar sementara ke daftar tetap. Ini kan berbeda,” katanya.
Tapi, manakala konten-konten di media sosial tersebut bentuknya kampanye hitam atau bentuk pelanggaran lainnya, seperti disinformasi, bisa saja masuk pidana. Nanti ranah tim sentra penegakan hukum terpadu atau Gakkumdu.
Untuk penanganan kampanye digital ini, kata dia, ada tim tersendiri. Itu juga melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan penyedia platform digital.
Dalam kaitan dengan kampanye digital ini, Ia memilah dua hal yang masuk kategori pelanggaran kampanye di luar jadwal. Pertama, rapat umum; dan Kedua, iklan.
“Jadi hati-hati itu para selegram atau pegiat media sosial, manakala ada endorsement (iklan, Red.) di luar jadwal kampanye, karena itu bisa masuk pelanggaran,” jelasnya.
Bagaimana jika konten tersebut sudah tayang jauh-jauh hari sebelum tahapan pemilu atau pas jadwal kampanye yang ditentukan, tapi kemudian viralnya di masa tenang?
“Nah itu dilihat fakta rilnya. Tayangnya kapan?. Kalau ada akun lain yang menggelembungkan, nanti itu yang kita cek,” ujar alumnus Universitas Balikpapan ini. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: