Polemik JHT, Sabaruddin: Pemerintah Harus Mensejahterahkan Bukan Menyengsarakan Rakyat
Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Polemik pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) masih memicu perdebatan. Pasalnya, para pekerja aktif maupun tidak, menolak kebijakan baru pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan yang mengharuskan pengambilan JHT boleh dilakukan pada usia 56 tahun.
Wakil Ketua DPRD Kota Balikpapan Sabaruddin Panrecalle ikut menyoroti hal tersebut, menurutnya, masyarakat telah terzalimi dan diciderai dengan peraturan itu. "Hukum Pemerintah itu kan mensejahterahkan rakyat, bukannya menyengsarahkan rakyat," katanya saat diwawancara awak media, pada Senin (21/2/2022). Yang membuat dilema lagi, lanjut dia, keputusan ini dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Namun, ia sependapat dengan politisi tinggi yang menentang dengan kebijakan merugikan rakyat tersebut. "Saya sependapat dengan yang disampaikan DPR RI, DPD, maupun pakar-pakar yang semua tidak setuju, tapi kenapa para Menteri itu masih bertahan dengan sikapnya begitu, ada apa?," cetus Sabaruddin. Sabaruddin mengimbau, guna mengantisipasi hadirnya demo atas penolakan dari warga Balikpapan, ia meminta alangkah baiknya reaksi itu dilakukan dengan bersurat saja atau petisi ke DPRD Balikpapan, yang kemudian pihaknya akan meneruskan ke pusat. "Sebagai tindak penolakan, lebih baik aspirasi itu disampaikan secara tersurat saja. Yang tertulis bahwa warga Balikpapan juga menyuarakan sama halnya dengan teman-teman di kota lainnya, jadi lebih elegan dan santun. Nanti kami yang teruskan ke pusat," jelas politisi Gerindra ini. "Tapi sampai saat ini belum ada yang menyampaikan petisi-petisi itu ke kami," tambahnya. Selain itu, Pemerintah Pusat lagi-lagi akan mengeluarkan kebijakan baru, dimana per 1 Maret 2022, Kartu BPJS Kesehatan jadi syarat jual beli tanah. Hal ini juga disoroti Sabaruddin. Ia secara gamblang meminta Presiden jangan terlalu banyak membuat peraturan baru di masa sulit sekarang. "Presiden Jokowi yang kami muliakan, jangan terlalu banyak bikin peraturan kalau tidak bisa kami melaksanakan tugas itu, kasian masyarakat dibuat bingung. Silakan saja dibuat peraturan yang banyak asalkan bisa kita laksanakan dan tidak berdampak ke masyarakat," tuturnya. Ia menilai hal ini bisa menambah konflik berkepanjangan, apalagi negara belum sembuh total dengan pandemi. Pun begitu, masyarakat akan menjadi semakin resah. "Kalau sudah siap sistemnya dan perangkatnya secara sistimatis, silakan bikin aturan sedemikian rupa, tapi ini kan kita belum siap, kasian masyarakat ini," imbuhnya Sabaruddin. (adv/ale)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: