Melihat Sepak Bola Eropa dari The Singh Family

Melihat Sepak Bola Eropa dari The Singh Family

Seutas kisah suporter legendaris Manchester United, Singh Family. Yang dari mereka, kita bisa menemukan sebagian benang merah perkembangan sepak bola Eropa. Selamat membaca.

---------

Kamu bisa mengganti istri, pandangan politik, atau bahkan agama. Tapi kamu tidak akan mungkin mengganti tim sepak bola favoritmu!

KALIMAT pembuka itu adalah pernyataan legenda hidup Manchester United Eric Cantona pada seorang India, Jimmy Singh. Kalimat sederhana yang diucapkan sosok kharismatik itu pada akhirnya menjadi jawaban dari kekalutan Jimmy. Soal pandangannya pada sepak bola.

Jimmy adalah warga India tulen. Yang entah untuk urusan apa ia bermukim di kota industrinya Inggris, Manchester. Tinggal di sebuah kota yang memiliki kultur sepak bola kuat. Terutama dengan adanya Manchester United dan City membuat Jimmy ikut dalam arus per-suporteran.

Ia mulai mengikuti Man United sejak tahun 1960-an. Dan secara teknis, ia benar-benar menjadi Red Army (sebutan fans Man United) pada 1968. Di laga final Liga Champions yang mempertemukan tim kesukaannya dengan wakil Portugal, Benfica.

Itu adalah pertama kalinya Jimmy hadir di stadion guna mendukung langsung Manchester Merah. Di hari itu juga, untuk pertama kalinya Man United merengkuh gelar Liga Champions mereka. Sebuah hari yang hebat untuk Jimmy dan Manchester United.

Menjadi fan Manchester United tidak lah mudah bagi Jimmy. Lantaran tempat tinggalnya berada di circle pendukung Manchester City. Begini, sepak bola Eropa kala itu sama saja dengan persepakbolaan Tanah Air di era 2000-an. Mendukung sebuah klub artinya menyerahkan setengah hidup untuknya.

Di Eropa kala itu, perseteruan antar kelompok suporter tak sekadar saling rundung saja. Tapi berdampak pada aspek kehidupan yang lebih luas. Perkelahian fisik dan kematian sudah jadi hal lazim. Saling ancam dan teror apalagi. Kalau kata Gubernur Kaltim Isran Noor … biasa aja itu.

Menjadi seorang merah di antara lautan biru (Man City) adalah pilihan yang berat buat Jimmy. Tapi ia kukuh. Bukan karena saat itu Man City masih berstatus medioker lantas ia tak mau mendukungnya. Bukan. Murni karena cinta pertamanya pada sepak bola, ya, Man United.

Maka pernyataan Cantona bahwa mendukung sebuah klub sepak bola adalah keputusan seumur hidup. Menjadikan Jimmy makin mantap. Bahwa kesetiaannya pada Manchester United tak kan lekang oleh apa pun. Bahkan ketika kehidupan non sepak bolanya tak berjalan nyaman. Itu adalah pelajaran pertama dari kisah ini. Sekaligus jadi lorong waktu untuk melihat kondisi persepakbolaan Inggris di masa itu.

Sejak final Liga Champions 1968, Jimmy tak pernah absen mendukung langsung United. Di semua laga, bahkan untuk sekadar laga uji coba. Di kemudian hari, ia tak lagi menjadi satu-satunya marga Singh yang rajin duduk di tribun Old Trafford. Karena empat anggota Singh lainnya; Craig Singh, Simon Singh, Kuk Singh, dan Satta Singh. Menjadi penghuni tetap tribun depan Old Trafford.

Kehadiran mereka bukan melulu soal kesetiaan saja. Tapi juga soal penerimaan ras dan agama. Singh Family, sebuah julukan yang diberikan oleh warga Manchester dan media Inggris pada mereka. Adalah lima orang dengan jersey merah serta surban di kepala mereka.

Surban yang menjadi identitas orang India itu, selalu mereka kenakan. Menjadikan kelima Singh sangat mencolok. Ya, bagaimana tidak. Konsistensi kehadiran ditambah ciri khas yang tidak khas Inggris. Mudah saja bagi mereka untuk populer.

Ketika dunia di masa sekarang mengenal luas India dengan kemiskinan, serta tidak higienisnya mereka (kalau tidak boleh dibilang jorok) atas makanan. Lewat potongan video yang seperti sengaja diviralkan untuk membuat citra negatif India. Yang terjadi di Old Trafford sejak akhir abad 19 adalah kebalikannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: