Kemerdekaan yang Masih Dilumuri Duka
OLEH: BAYU ROSANDY*
Tahun ini kita merasakan perbedaan saat merayakan HUT Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia. Karena Indonesia saat ini sedang dilanda pandemi COVID-19. Yang membuat ribuan rakyat Indonesia gugur berjatuhan. Sehingga perayaan Hari Kemerdekaan tentu berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada upacara bendera di setiap pelosok desa dan kecamatan. Upacara hanya dilakukan pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Bukan hal itu saja satu-satunya yang menjadi faktor Indonesia masih penuh duka di saat usia kemerdekaannya telah mencapai 75 tahun. Kedukaan itu didapatkan karena Indonesia hari ini masih belum sepenuhnya merdeka sesuai yang diharapkan oleh para pendiri bangsa ini.
Indonesia masih belum merdeka dari segalanya. Banyak penjajahan bertameng kerja sama asing. Sehingga sumber daya alam di Indonesia dikuasai oleh asing. Investasi asing yang masuk di Indonesia bukanlah untuk kepentingan rakyat Indonesia secara umum. Namun hanya untuk kepentingan bisnis. Hal tersebut sesuai dengan yang dulu telah diingatkan oleh Soekarno terkait neo-kolonialisme. Dengan adanya kerja sama dan investasi asing, negara diperas demi kepentingan pemilik modal.
Saat ini Indonesia memang sudah merdeka secara fisik dan nasionalisme. Namun penindasan, kemiskinan, pengangguran, serta ketimpangan sosial masih terjadi di negara yang sudah 75 tahun merdeka ini. Tentu bukan itu yang dicita-citakan oleh para pejuang serta pendiri bangsa saat dulu.
Hal ini dibuktikan oleh angka kemiskinan di Indonesia per Maret 2020 sebanyak 26,42 juta orang. Meningkat 1,28 juta orang dibandingkan Maret 2019. Tingginya angka kemiskinan di Indonesia salah satunya disebabkan karena banyaknya pengangguran di Indonesia. Di usia kemerdekaan 75 tahun ini masih banyak rakyat Indonesia yang sulit mencari kerja. Angka pengangguran sebelum pandemi di Indonesia terjadi, Februari 2020, sebanyak 6,88 juta orang. Hal ini terus bertambah seiring Indonesia dilanda pandemi. Karena PHK di mana-mana. Sehingga berperan menyumbang angka pengangguran secara signifikan. Dalam laporan tertulis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Employment Outlook 2020 mengatakan, tingkat pengangguran di tahun ini lebih besar dibandingkan krisis pada 2008.
Duka selanjutnya, masih banyak anak putus sekolah di negara ini. Padahal sudah jelas bahwa anak merupakan investasi dan pemimpin bangsa di masa depan yang tentunya turut berpengaruh dan mengambil peran ke mana arah bangsa ini di masa depan. Angka anak putus sekolah pada 2020 sebanyak 159.075 anak. Yang lebih memprihatinkan, jenjang yang paling banyak putus sekolah adalah jenjang sekolah dasar: 59.443 anak.
Kemudian penindasan. Sekali pun tidak ditindas secara nyata dan langsung seperti para penjajah dahulu, penindasan yang terjadi saat ini adalah penerbitan aturan ataupun undang-undang yang malah tidak melindungi rakyat. Salah satu aturan tersebut adalah RUU Omnimbus Law Cipta Kerja. Omnibus Law ini produk pemiskinan yang struktural dan sistematis. Bertentangan dengan konstitusi dan cita-cita bangsa yang ingin menyejahterakan rakyat. Sampai hari ini masih terjadi penolakan di setiap daerah terhadap RUU tersebut. Namun yang lebih memprihatinkan, pembahasan RUU Omnimbus Law tetap dilanjutkan oleh DPR RI di tengah pandemi.
Duka-duka di atas sudah merepresentasikan sebagai negara merdeka ataukah kita memang belum merasakan kemerdekaan seperti apa yang telah dicita-citakan oleh para pejuang dan para pendiri bangsa ini? Di tengah pandemi ini, tidak lagi ada upacara bendera seperti biasanya. Mari kita menjadikan hal ini sebagai momen perenungan. Sehingga kita sebagai kaum muda dapat mengubah duka tersebut menjadi suka di masa depan, serta mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa. (*Generasi Muda Kalimantan Timur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: