Semangat Juang Dalam Darah Kutai, Sebuah Drama Kolosal di Pembukaan Erau 2025
400 penari terlibat dalam drama kolosal.-triromadhani-
KUKAR, NOMRSATUKALTIM- Ragam gerak tari berpadu indah dengan seni akting dan alunan musik menggugah jiwa. Penampilan 400 penari dalam Opening Ceremony Festival Erau Adat Kutai 2025 menghipnotis ribuan pasang mata penonton, membawa hanyut dalam cerita dan memori sejarah, perjuangan serta cinta dari Sultan Aji Muhammad Idris tersaji elok di tengah panas terik Stadion Rondong Demang, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Drama kolosal disajikan oleh insan kesenian terbaik Kota Raja yang tergabung dalam yayasan Terminal Olah Seni. Siang hingga malam mereka bekerja demi penampilan terbaik dan kesuksesan Festival Erau Adat Kutai 2025.
Dengan semangat yang sama, mempersiapkan sajian terbaik demi tanah kelahiran tercinta, Terminal Olah Seni mengangkat tema drama kolosal dengan judul “Semangat Juang Sultan Aji Muhammad Idris : Mahkota di Ujung Pedang”.
Di tanah mahakam yang agung, berdirilah seorang sultan yang lahir dari darah bangsawan: Sultan Aji Muhammad Idris.
BACA JUGA: Titah Sultan Aji Muhammad Arifin, Iringi Pendirian Tiang Ayu pada Prosesi Erau 2025
Dia bukan hanya sekedar penguasa, melainkan cahaya keberanian yang tegak memegang marwah negeri.
Di sisinya, hadir Putri Doya Ratna Sari, bunga jelita dari tanah Wajo, yang keelokannya memantulkan kelembutan sekaligus keteguhan jiwa.
Namun sejarah tak pernah berjalan dalam diam, dari langit senja turun kabar getir, sekira tahun 1735 silam tanah Wajo terbakar oleh api peperangan, di sanalah sang sultan ke-14 Kutai Kartanegara Ing Martadipura memilih pengorbanan meninggalkan singgasana, meninggalkan istana, demi kehormatan bangsa.
Inilah serpihan dari kisah besar yang tertuang dalam drama kolosal tersebut, tentang seorang raja yang menjunjung martabat negeri dengan pedang kebenaran, juga tentang seorang putri yang menjaga cahaya cinta dengan kesetiaan tanpa batas.
BACA JUGA: Seniman Lokal Panen Untung dari Festival Erau 2025
Drama kolosal ini dirangkai dengan nuansa kekinian, dengan gerak tari teatrikal, dengan sentuhan kreasi seni yang menyulut semangat zaman, hingga menjelma menjadi persembahan yang agung. Penampilan ini bukan sekedar tontonan, melainkan doa, haru dan kebanggaan masyarakat Kutai.
Rian Rizki, sang koreaografer bersama tim Terminal Olah Seni berhasil menyajikan kisah api juang, air mata, kesetiaan dan cinta dalam satu kesatuan penampilan.
Rian, sapaan akrabnya mewarisi semangat perjuangan Kutai, bukan dengan mengangkat pedang, bukan dengan berperang, namun melestarikan sejarah tanah kelahirannya melalui panggung kesenian.
Siang dan malam selama 30 hari, dirinya bekerja keras menyalurkan semangat perjuangan dan cinta Sultan Aji Muhammad Idris kepada 400 penari dalam gerakan tari.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
