Bankaltimtara

Data Stunting di Mahulu Tidak Sama, Dinkes: Ada Masalah Serius yang Perlu Ditangani

Data Stunting di Mahulu Tidak Sama, Dinkes: Ada Masalah Serius yang Perlu Ditangani

Kepala Dinkes Mahulu, dr Petronela Tugan-Iswanto/ Nomorsatukaltim-

MAHULU, NOMORSATUKALTIM - Angka stunting di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) menunjukkan hasil yang berbeda antara data aplikasi Elektronik-Pencatatan Dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-Ppgbm) dan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).

Perbedaan data terbaru ini menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan (Dinkes) Mahulu, sehingga tidak terjadi kebingungan di masyarakat.

Kepala Dinkes Mahulu, dr Petronela Tugan menyebutkan, berdasarkan data e-Ppgbm, stunting naik dari 10,78 persen pada 2024 menjadi 13,7 persen pada Februari 2025, atau meningkat sekitar 3 persen.

Sementara, hasil survei SSGI mencatat angka stunting di Mahulu jauh lebih tinggi, yakni mencapai 23,2 persen. Menurut dr Nela, perbedaan data ini sangat penting untuk dilakukan identifikasi.

BACA JUGA: Stunting Dilaporkan Naik: Wabup Mahulu Tegaskan Keseriusan Semua Pihak, Terutama Aparat Kampung

“Karena kalau sistem survei itu kan hanya mengambil sampelnya saja. Sementara kalau kita melakukan pemeriksaan untuk seluruh balita yang datang ini menimbang, itulah perbedaan,” jelas dr Nela saat diwawancara NOMORSATUKALTIM, Rabu 20 Agustus 2025.

Ia menegaskan, meski data berbeda, hal itu bukan berarti persoalan stunting bisa diabaikan. Menurutnya, perbedaan data menjadi pengingat bahwa ada masalah serius yang perlu ditangani bersama.

“Ini akan kita evaluasi lagi terutama terkait pendataan, dan tentu diperlukan peran semua pihak, termasuk kader posyandu dan aparat kampung,” ujarnya.

Menurutnya, persoalan timbulnya masalah stunting di Mahulu dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah kurangnya asupan gizi yang memadai.

BACA JUGA: Angka Stunting Melonjak di Balikpapan, Alarm Serius bagi Pemerintah Kota

Kata dr Nela, sebenarnya sosialisasi terkait pencegahan stunting sudah gencar dilakukan, baik di tingkat kabupaten hingga kampung.

Namun, ia mengakui bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait kebiasaan pola hidup sehat. “Banyak faktor yang mempengaruhi stunting itu, tapi yang paling utama terkait gizi,” ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikan, bahwa masalah stunting bisa muncul karena kemampuan keluarga membeli bahan pangan terbatas, cara mengolah makanan yang kurang tepat, atau ketersediaan bahan pangan bergizi yang tidak merata.

Menurutnya, kondisi ini sangat rentan terjadi di wilayah perbatasan, seperti di wilayah Kecamatan Long Apari yang sulit mendapatkan pangan bergizi, karena akses yang sulit dijangkau.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: