Propam Bantah Anggota Polresta Samarinda Terlibat Kekerasan saat Demo, LBH: Kawal Sampai Polda Kaltim
Muhammad Nur Iman (kanan), asisten pengacara publik LBH Samarinda, bersama Direktur LBH Samarinda Fathul Huda Wiyashadi saat memberikan keterangan di Mapolresta Samarinda.-(Disway Kaltim/ Mayang)-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Proses hukum kasus dugaan penganiayaan terhadap Muhammad Nur Iman, asisten pengacara publik LBH Samarinda, terus berlanjut.
Peristiwa yang terjadi saat demonstrasi di depan Kantor DPRD Kaltim, pada 1 September 2025 lalu, kini resmi akan dilaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kaltim.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, menyampaikan keputusan itu setelah pihaknya memberikan keterangan tambahan di Mapolresta Samarinda, pada Rabu, 10 September 2025.
Saat itu, Iman yang datang untuk mendokumentasikan jalannya aksi mengaku mendapat perlakuan kasar dari aparat.
BACA JUGA: Polisi Tangkap 2 Aktor Intelektual Bom Molotov Aksi di Perkebunan Samboja
Sekitar pukul 18.30 Wita, ia ditangkap, diseret, bahkan diinjak sebelum digiring masuk ke dalam Gedung DPRD Kaltim.
"Di sana saya sempat diinterogasi dengan cara yang penuh kecurigaan," kata Iman sembari memegangi ranselnya yang baru dikembalikan aparat.
Menurut Fathul, setelah meneliti rekaman video yang beredar, LBH Samarinda memastikan aparat yang melakukan kekerasan itu bukan anggota Polresta Samarinda.
"Oknum yang terlihat jelas dalam video adalah personel Jatanras Polda Kaltim. Laporan awal kami tujukan ke Polresta karena lokasi kejadian berada di wilayah hukumnya. Namun, dari hasil koordinasi, Propam Polresta menegaskan tidak punya kewenangan menindak aparat Polda," ujar Fathul yang turut didampingi Tim Hukum LBH Samarinda, Muhammad Irfan Ghazi.
BACA JUGA: Polresta Samarinda Tetapkan 4 Tersangka Kasus Perakitan Bom Molotov Jelang Aksi 1 September
Oleh karena itu, LBH Samarinda akan membawa persoalan ini ke ranah yang lebih tinggi.
"Kami menuntut pertanggungjawaban dari aparat yang terlibat, sekaligus meminta Kapolda menegakkan hukum dan kode etik atas perbuatan itu," tegasnya.
Fathul menilai, dugaan kekerasan yang menimpa rekannya tidak bisa dianggap perkara sepele.
Menurutnya, peristiwa itu mencerminkan adanya pola represif aparat terhadap pendamping hukum yang mestinya dilindungi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
