Mengikuti Pelayaran Tongkang Batu-Bara (3): Berlindung di Balik Tanjung dan Cerita Warga
Sandi dapat dua keuntungan. Selain diupah setiap perjalanan, juga mendapatkan uang sewa kapal. Karena kapal assist itu milik warga sendiri, namun disewakan kepada badan usaha CV yang dikelola oleh warga. Itu karena PT Bayan mengharuskan kerja sama dengan badan usaha. Bukan per orangan.
"Kapal untuk assist ini milik kami sendiri. Hitungannya disewa oleh CV itu Rp 10 juta per bulan," jelas Sandi.
Ia sudah tiga tahun menjadi pandu bagi kapal tunda di Senyiur. Dalam sebulan, ia bisa sampai delapan kali memandu keluar masuk sungai. Sebenarnya, kata Sandi, pandu itu hanya wajib bagi kapal atau kapten yang baru beroperasi di wilayah itu. Setelah mulai paham alur, mereka boleh membawa sendiri kapalnya.
Namun umumnya, butuh waktu lama bagi setiap kapten dan juru mudi kapal untuk mempelajari alur Senyiur. "Rata-rata kapten yang baru pertama kali masuk di sini menyerah. Ada yang hanya sekali, setelah itu tidak pernah datang lagi," cerita pria bertubuh gempal dan rambut ikal itu.
"Apalagi yang terbiasa beroperasi di laut lepas. Atau sungai yang lebih luas".
Alur pelayaran Sungai Senyiur memang menantang. Rutenya meliuk-liuk. Sempit, dangkal dan berarus deras ketika sedang banjir di hulu. Yang paling diwaspadai ialah permukiman di sisi sungai.
Ada empat desa di bantaran Sungai Senyiur. Setidaknya yang dilalui dalam pelayaran dari muara ke Desa Senyiur. Tempat dermaga pengisian batu bara milik PT Bayan. Yang sepanjang 102 kilometer itu. Bayan memberi penanda, setiap satu kilometer di sisi sungai. Jarak itu separuh dari panjang Sungai Senyiur, dari yang terlihat di peta spasial.
Urutannya dari hilir ke hulu, yaitu Desa Muara Kadempala di muara sungai. Kemudian Desa Muara Siran di kilometer 7. Desa Kupang Baru di sekitar kilometer 49. Dan terakhir Desa Mekar Sari.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

