Bankaltimtara

Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan di Balikpapan Bahas Kedudukan Buruh dalam Perspektif HAM

 Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan di Balikpapan Bahas Kedudukan Buruh dalam Perspektif HAM

Aktivis Lingkungan dan HAM Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, saat menjadi pemateri dalam kegiatan Pendidikan Hukum Buruh yang digelar oleg PBH PERADI Balikpapan.-Salsabila/Disway Kaltim-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Buruh memiliki hak asasi yang harus dipenuhi. Hak-hak tersebut disampaikan dalam kegiatan Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan di Kaltim.

Kegiatan tersebut menghadirkan Pradarma Rupang, Aktivis Lingkungan dan HAM di Kalimantan Timur sebagai pemateri dengan topik, "Kedudukan Buruh dalam Perspektif HAM". Kegiatan ini diikuti sejumlah perwakilan serikat pekerja, aktivis, dan jurnalis.

Dalam pemaparannya, Pradarma menjelaskan bahwa hak-hak buruh memiliki landasan kuat dalam konstitusi. Sejak masa awal Republik, prinsip perlindungan terhadap pekerja telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin setiap orang berhak atas pekerjaan, upah yang layak, serta perlindungan dari pengangguran.

"Definisi pekerjaan dalam undang-undang menegaskan penghormatan terhadap martabat manusia, upaya yang adil, dan kondisi kerja yang aman serta sehat," katanya, pada kegiatan yang digelar PBH PERADI Kota Balikpapan, Sabtu 4 Oktober 2025.

Ia menelusuri perkembangan hukum perburuhan Indonesia dari masa ke masa. Menurutnya, pada periode 1945-1958, semangat undang-undang bersifat protektif terhadap buruh.

Namun memasuki masa berikutnya telah terjadi berbagai perubahan kebijakan yang menyesuaikan arah politik dan ekonomi nasional.

"Pada masa Orde Lama mulai ada pembatasan, dan pada masa Orde Baru kebijakan industri diarahkan pada stabilitas nasional."

"Baru pada masa Presiden Abdurrahman Wahid muncul jaminan kebebasan buruh untuk berorganisasi," jelas mantan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim) itu.

Perubahan besar kembali terjadi pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai pengganti regulasi lama tahun 1948.

Sementara di era pemerintahan saat ini, perubahan peraturan dituangkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

"Revisi yang dilakukan tidak mencabut undang-undang induknya, tetapi memasukkannya dalam satu kitab besar bernama Undang-Undang Cipta Kerja," sebutnya.

Ia menilai, dalam praktiknya masih banyak bentuk pelanggaran hak buruh yang seharusnya dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Contohnya, upah di bawah ketentuan minimum, PHK sepihak, serta praktik union busting atau penghalangan aktivitas serikat pekerja.

"Bahkan ada perusahaan yang memotong upah untuk iuran BPJS namun tidak menyetorkannya. Ini bentuk pelanggaran terhadap hak pekerja," paparnya dihadapan buruh.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: