Hanya menjadi tanah nganggur. Lalu, tidak pernah ada masalah. Sehingga, legalitasnya tidak pernah dibuat.
BACA JUGA: Agus Haris Tuding Moderator Mediasi Sengketa Kampung Sidrap Tidak Netral
BACA JUGA: Rudy Mas’ud Dijadwalkan Kunjungan ke Bontang, Kunjungi Sidrap yang Bersengketa
Alhasil, pajak terhadap tanah tersebut tidak pernah dibayarkan. Karena menganggap tidak memiliki bangunan di atasnya. Atau tidak pernah digunakan.
Hanya saja, ia mengakui bahwa data yang mereka miliki saat ini belum update. Masih menggunakan data lama.
“Kalau di 2024, realisasi dari pajak bumi dan bangunan (PBB) Bontang sebesar Rp 58 miliar. Padahal, potensi dari data yang kita miliki sekitar Rp 64 miliar. Mungkin saja bisa lebih besar dari itu. Jadi pasti berubah,” ucapnya.
Di sisi lain, penghambat realisasi PBB adalah karena banyak pemilik lahan di Bontang, sudah tidak lagi tinggal di Kota Taman.
BACA JUGA: Ombudsman Kaltim Terima 424 Laporan dari Masyarakat, Didominasi Konflik Agraria
BACA JUGA: Koperasi Merah Putih di Bontang Belum Berjalan, Terhambat Suku Bunga yang Tinggi
Pensiun dari pekerjaannya. Lalu pemiliknya kembali ke kota asal mereka.
“Kita ini kota industri. Jadi, banyak yang datang ke Bontang ini kan perantau dari kota lain. Mereka kerja di Bontang, lalu membeli aset berupa rumah dan tanah. Setelah pensiun, banyak juga yang kembali ke kota asalnya. Tapi pajak rumahnya tidak pernah dibayarkan,” ucapnya.
Menurutnya, seharusnya update data base kepemilikan tanah itu harus dilakukan setiap tahun.
Hanya saja, untuk meremajakan data itu membutuhkan tim besar dan biaya yang besar juga.
BACA JUGA: PHM Menggelar Aksi di Depan Kantor DPRD Bontang, Menyampaikan 9 Tuntutan
BACA JUGA: Dewan Geram, Proyek Drainase Tidak Libatkan Tenaga Lokal Bontang
Sebab, setiap ada peralihan tangan kepemilikan lahan, jarang dilaporkan.