BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM – Sidang perdana kasus penambangan tanpa izin di lokasi bekas Hotel Tirta, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Mekar Sari, Kecamatan Balikpapan Tengah, digelar di Pengadilan Negeri Balikpapan, Rabu (11/12/2024).
Perkara ini tercatat dengan nomor 736/Pid.Sus/2024/PN Bpp dan menjerat terdakwa berinisial RH. Sidang dengan klasifikasi pertambangan mineral dan batu bara ini dipimpin oleh Hakim Ketua Ari Siswanto, sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riana Dewi.
Sidang juga menghadirkan sejumlah barang bukti penting, termasuk nota penjualan pasir, dokumentasi penggalian, rekapitulasi retasi, perjanjian sewa alat berat, dan surat penyitaan excavator.
Dalam dakwaannya, JPU mendakwa RH melakukan aktivitas tambang ilegal pada periode Februari hingga November 2022, sehingga dituding melanggar Pasal 35 tentang penambangan tanpa izin.
BACA JUGA:Pelaku Galian C Ilegal di Eks Hotel Tirta Balikpapan Resmi Jadi Tersangka
BACA JUGA:Pertambangan Sumbang Pertumbuhan Ekonomi Kaltim, Triwulan III 2024 Tercatat 5,55 Persen
Aktivitas tambang di lokasi ini telah merugikan lingkungan sekitar, memicu kerusakan berupa longsor, erosi, serta retakan bangunan yang memaksa sebagian warga sekitar untuk mengungsi.
Pada sidang perdana ini, tiga saksi, yakni Indrawan, Nizar Firdaus, dan Muhammad Rutaf, dihadirkan untuk memberikan keterangan. Ketiganya merupakan warga sekitar yang tinggal hanya beberapa meter dari lokasi tambang.
Nizar Firdaus memaparkan kronologi aktivitas tambang ilegal yang berlangsung di lokasi tersebut hingga akhirnya kasus ini masuk ke ranah hukum. Namun, ia menyampaikan kekecewaannya terhadap penyelidikan yang dianggap tidak menyentuh aktor utama di balik kasus ini.
“Tadinya kami mengapresiasi langkah penyidik dengan menetapkan tersangka. Namun, ternyata tidak ada pengembangan lebih lanjut,” ujar Nizar saat ditemui usai persidangan.
BACA JUGA:Pj Gubernur Kaltim Tinjau Simulasi Makan Bergizi Gratis di SLBN Balikpapan
Ia juga menegaskan bahwa RH hanyalah pekerja lapangan dan bukan dalang di balik aktivitas tambang ilegal itu.
Nizar menduga bahwa RH dijadikan kambing hitam dalam kasus ini. Ia menyebutkan tiga nama lain, yakni HW, NA, dan ST, yang menurutnya seharusnya ikut dimintai pertanggungjawaban.
“Yang seharusnya dipanggil adalah otak pelakunya, yaitu HW dan NJ, bersama dengan ST. Tapi sampai sekarang, mereka masih berstatus saksi,” tegas Nizar.
Disamping itu, warga Mekar Sari terus mendesak penegakan hukum yang adil dan menyeluruh. Mereka meminta agar pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk pemilik dan pengelola tambang, turut diperiksa dan dijadikan terdakwa.
“Harapan kami, tiga orang itu juga harus diperiksa. Warga meminta keadilan ditegakkan secara menyeluruh,” tambah Nizar.