SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM – Penolakan rencana revisi UU Pilkada oleh DPR RI terus bergaung. Mulai dari mahasiswa hingga kalangan akademisi.
Seperti yang terjadi hari ini. Ratusan mahasiswa Samarinda menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kaltim, Jumat 23 Agustus 2024 siang. Aksi dilakukan sebagai bentuk penolakan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada, terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70.
Aksi dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Bagimu Negeri. Di depan pintu masuk Kantor DPRD Kaltim.
BACA JUGA:DPR Anulir Putusan MK, Muhammadiyah hingga Guru Besar UI Angkat Bicara
Mahasiswa yang tergabung dari perguruan tinggi dan organisasi kemahasiswaan di Kaltim, membawa spanduk dan bendera dari fakultas masing masing.
Humas Aksi, Maulana menjelaskan, demo hari ini bertujuan mendesak DPRD Kaltim mengawal keputusan MK.
“Hari ini kita ingin merebut kembali demokrasi dan menolak revisi undang-undang Pilkada yang akan diselenggarakan oleh Baleg DPR RI serta mendesak DPRD Provinsi Kalimantan Timur untuk mengawal Keputusan MK,” jelas Maulana dihadapan awak media.
BACA JUGA:Jokowi: Yang Membuat Keputusan MK, yang Rapat DPR, yang Dibicarakan Tetap 'si Tukang Kayu'
Selain mahasiswa, Civitas Akademika Universitas Mulawarman juga menegaskan, kalau RUU ini disahkan maka akan mengancam situasi demokrasi di Indonesia.
“Akrobatik politik boleh saja dalam konteks perebutan kekuasaan, namun tetap harus berpegang teguh pada prinsip dan nilai moral dalam berbegara,” ujarnya.
Keputusan badan legislatif untuk merevisi undang-undang, bagi Maulana, hanya dapat melemahkan posisi dari MK sebagai pengambil keputusan tertinggi di Indonesia. Padahal, secara hukum keputusan MK bersifat mengikat dan tidak bisa diganggu gugat.
“Kita tidak bisa diam, bahkan lebih dari itu kita tidak boleh diam. Hanya ada satu kata ‘LAWAN’,” pungkasnya.
BACA JUGA:Gelar Simulasi Sispamkota, Polres Mahulu Peragakan Cara Hadapi Unjuk Rasa
Di tempat terpisah, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unmul Finnah Fourqoniah juga menyebut situasi saat ini sudah terbilang genting. Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024 harusnya bersifat final dan mengikat. Karena merupakan tafsir resmi konstitusi setingkat UU.
“Sehingga tidak ada kata lain penyelenggara pemilu harus melaksanakannya,” tegas Finnah.