Ya, menurut setidaknya satu penelitian. Para ilmuwan di Universitas Reading menegaskan bahwa suhu yang lebih tinggi akibat krisis iklim menyebabkan peningkatan turbulensi yang signifikan.
Fenomena ini mempengaruhi keselamatan penerbangan dan meningkatkan risiko kejadian seperti yang dialami oleh Singapore Airlines.
BACA JUGA: Terjadi Krisis Air Bersih di Balikpapan, Praktisi Hukum Sebut Kota Penyangga IKN Hanya Mimpi
Walaupun kematian akibat turbulensi jarang terjadi, catatan penumpang yang mengalami cedera akibat turbulensi cukup panjang.
Oleh karena itu, sangat penting bagi industri penerbangan untuk terus mengembangkan teknologi dan prosedur keselamatan guna mengantisipasi dan memitigasi risiko yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah keselamatan.
Insiden turbulensi pada penerbangan Singapore Airlines SQ321 menjadi pengingat akan pentingnya adaptasi terhadap kondisi cuaca yang semakin ekstrem.
BACA JUGA: Menteri PUPR "Berkeras" Sembunyikan Dokumen Pembangunan Bendungan Sepaku-Semoi di IKN
Pernyataan Singapore Airlines
Singapore Airlines menyatakan bahwa penerbangan SQ321 membawa 211 penumpang dan 18 awak.
Dalam pernyataannya, maskapai menyampaikan duka cita mendalam pada keluarga yang ditinggalkan.
Menurut laporan AP pada hari Rabu (22/5/2024), penyebab kematian penumpang berusia 73 tahun masih dalam penyelidikan.
Pihak berwenang mencurigai bahwa pria tersebut mungkin mengalami serangan jantung akibat turbulensi, meskipun hal ini belum dikonfirmasi.