BERAU, NOMORSATUKALTIM - Kabupaten Berau mendapat anggaran sebesar Rp 7,36 miliar. Dana tersebut dikucurkan melalui pemerintah pusat dari anggaran The Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF).
Asisten Kelompok Kerja Mitigasi Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI), Wahyudi Iman Satria mengatakan, Kabupaten Berau memiliki hutan dengan indikator deforestasi dan gradasi hutan, yang menyebabkan ancaman kepunahan flora dan fauna semakin nyata.
Selain itu, penggundulan hutan yang terus dilakukan dengan masif, terutama untuk kepentingan industrial, menjadikan Bumi Batiwakkal sebagai salah satu daerah yang menerima dana cukup besar, guna menyelamatkan hutan yang semakin terancam.
“Saat ini, Kabupaten Berau mulai kurang produktif untuk menjaga keanekaragaman hayati. Padahal, secara keilmuan penting untuk dilakukan pelestarian. Jadi, salah satu alasan mengapa Berau dapat anggaran yang cukup besar, yaitu karena ada yang harus diselamatkan,” ujar Wahyudi.
Dikatakan, Pemerintah Kabupaten Berau punya kesempatan untuk ikut berperan memastikan hutan telah dilakukan pendataan oleh pemerintah pusat.
Karena perizinan penggunaan kawasan hutan berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Tak hanya itu, illegal logging yang saat ini terus terjadi, juga berpotensi memberikan dampak pada jumlah dan intensitas distribusi anggaran emisi karbon yang diterima. Sehingga, hal itu terus menjadi atensi bagi para pegiat lingkungan di Kabupaten Berau," ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Kabupaten Berau memiliki cukup banyak potensi dan kesempatan dalam melakukan penambahan jumlah emisi karbon. Namun, menurutnya hal itu harus dibarengi dengan adanya tutupan hutan seluas 500 hektare di setiap desa di Berau.
“Karena salah satu indikator utama dalam penilaian wilayah layak bantuan adalah adanya tutupan hutan tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, parameter lain yang digunakan untuk memberikan anggaran dana emisi karbon di Indonesia, di antaranya pembiayaan aksi, penurunan angka deforestasi, tata ruang desa yang memuat arahan kebijakan mitigasi perubahan iklim.
“Bukan cuma itu, RPJMD juga harus memuat program perubahan iklim, serta adanya peran lembaga kehutanan dan pengelolaan sumber daya alam,” ujar Wahyudi.
Lebih lanjut, adapun penyaluran dana tahap satu tersebut akan menjadi tolok ukur pada penyaluran dana di tahun-tahun berikutnya.
“Akan dilihat progresnya di tahun pertama. Dengan kata lain, kalau kelihatan hasilnya dalam menekan emisi karbon, maka selanjutnya juga akan kembali diberikan,” ujarnya.