Pembekalan Soft Skills untuk Pendidikan Vokasi
OLEH: AGUSTINUS SETYAWAN*
Pada akhir Mei 2020, pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan program gerakan perjodohan antara dunia industri, dunia kerja dengan dunia pendidikan vokasi. Ini merupakan salah satu program strategis pada pendidikan vokasi yang akan menentukan peta jalan dalam melakukan revitalisasi pendidikan vokasi di dalam negeri. Demi menuju daya saing di kancah internasional.
Selain dukungan dari pemerintah dan seluruh stakeholder, kolaborasi dan sinergi yang kuat antara pendidikan vokasi dan dunia industri akan sangat diperlukan. Agar terjadi percepatan dalam implementasi program perjodohan tersebut.
Lulusan pendidikan vokasi tidak cukup jika hanya “siap pakai”. Akan tetapi harus diperlukan penetrasi yang lebih optimal. Agar menjadi “siap dicari” oleh dunia usaha dan industri. Untuk mencapai tujuan tersebut, selain pemenuhan hard skills, juga diperlukan pembekalan soft skills yang sifatnya bukan hanya sekadar formalitas. Namun pelaksanaan program tersebut harus terukur dan efektif.
Lebih detailnya, yang perlu diperhatikan adalah terkait konten program yang tepat sasaran dan mendapatkan nilai tambah yang signifikan kepada peserta didik. Dalam menentukan topik terkait soft skills, ada beberapa hal yang perlu ditekankan. Di antaranya penentuan topik yang sesuai untuk pengembangan peserta didik, penyusunan silabus yang sesuai dengan kebutuhan terkini di dunia kerja, mengapa topik tersebut sangat diperlukan, dan bagaimana metode yang digunakan untuk mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan.
ANALISA KEBUTUHAN
Soft skills diperlukan peserta didik bukan hanya untuk sekadar memenuhi persyaratan dasar. Tetapi harus mengacu pada pendekatan outcome oriented dan real demand pada dunia usaha dan industri saat ini. Menurut LinkedIn Research, terdapat Top 5 Soft Skills yang sangat dibutuhkan pada 2020: creativity, persuasion, collaboration, adaptability, dan emotional intelligence.
Bagimana kita menerjemahkan lima hal yang penting tersebut dalam program pelatihan soft skills untuk peserta didik? Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan analisa kebutuhan pelatihan yang dilakukan secara bersama antara institusi pendidikan vokasi dengan experts dari dunia usaha dan industri. Tujuan dari kegiatan tersebut mengidentifikasi gap yang muncul dalam pembekalan soft skills yang telah dilakukan oleh institusi pendidikan vokasi. Hal ini tentunya harus didukung dengan desire/real demand yang dibutuhkan dunia usaha dan industri saat ini. Pada akhirnya, hasil analisa gap tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat rancangan silabus soft skills yang tepat sasaran. Penajaman hasil analisa juga dapat dilakukan dengan tambahan wawancara dengan specific user dari masing-masing dunia usaha dan industri.
PERANCANGAN SILABUS
Dalam melakukan perancangan silabus soft skills diharapkan dapat melibatkan divisi Human Capital (HC) dari dunia usaha dan industri. Khususnya pada bagian yang membidangi pelatihan dan pengembangan karyawan. Tujuan utamanya meyakinkan hasil dari analisa gap dapat ditransformasikan dengan tepat dalam konten materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Baik yang terkait teori, learning game, studi kasus, simulasi, maupun praktek. Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana cara melakukan assessment terhadap peserta didik. Termasuk memberikan project assignment selama dan/atau setelah pelatihan dilakukan.
Dalam merancang silabus soft skills, setidaknya kita harus memiliki komponen utama yang dapat menjawab beberapa permasalahan seperti kompetensi apa yang akan dikembangkan pada peserta didik (terkait dengan topik yang akan diberikan dan hasil dari analisa gap), metode-metode penyampaian (delivering methods) dalam proses pengajaran dan pengembangannya (terkait dengan kualitas instructional design), dan bagaimana merancang instrumen pengukuran yang jelas untuk mengetahui tingkat kompetensi dari masing-masing peserta didik (terkait dengan beberapa evidence criteria).
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Setelah melalui tahapan analisa kebutuhan soft skills dan perancangan silabus, tahapan berikutnya adalah fokus pada aplikasi model pelatihan dan pengembangan 70:20:10. Model ini dikembangkan oleh Michael Lombardo dan Robert Eichinger (2000). Yang menggunakan pendekatan untuk menyediakan sebuah platform pengembangan untuk para manajer senior dan pemimpin di perusahaan. Sekitar 70 persen dari pembelajaran disediakan melalui pemberian tugas yang menantang dan pengalaman, sekitar 20 persen dari pembelajaran dikembangkan melalui hubungan dan umpan balik, dan sekitar 10 persen dari pembelajaran disampaikan melalui proses pelatihan formal.
Untuk dapat mencapai 70 persen (tugas menantang dan pengalaman), salah satu cara yang efektif adalah dengan memberikan project assignment dan peserta didik terjun langsung ke lapangan. Untuk beradaptasi dengan semua orang di lingkungan kerja tersebut. Melalui kegiatan tersebut, peserta didik akan bertemu banyak orang dengan berbagai macam karakter. Sehingga peserta didik harus dapat beradaptasi dengan baik. Sambil menerapkan pembekalan soft skills. Yang telah diterima selama proses pembelajaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: