Budaya Halal Bi Halal: Jalin Silaturahmi, Membangun Harmoni dalam Perbedaan

Budaya Halal Bi Halal: Jalin Silaturahmi, Membangun Harmoni dalam Perbedaan

Warti Ratnasari, SE, M.Si--

Oleh: Warti Ratnasari, SE, M.Si

SETIAP tahun, setelah berlalunya bulan suci Ramadan, masyarakat Indonesia memiliki tradisi unik yang disebut Halal Bi Halal. Tradisi ini bukan hanya menjadi momentum saling memaafkan, tetapi juga wujud dari nilai-nilai luhur bangsa yang menjunjung tinggi silaturahmi, kebersamaan, dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

Asal Usul Halal Bi Halal
Istilah Halal Bi Halal memang tidak ditemukan dalam budaya Timur Tengah. Tradisi ini merupakan kearifan lokal Indonesia yang pertama kali dipopulerkan oleh tokoh bangsa KH. Wahab Hasbullah pada masa Presiden Soekarno. Pada awalnya, kegiatan ini menjadi sarana meredam ketegangan politik dan sosial pasca kemerdekaan, lalu berkembang menjadi budaya tahunan yang kental dengan nuansa kekeluargaan dan kebangsaan.

Silaturahmi sebagai Perekat Sosial
Dalam Halal Bi Halal, individu saling bersalaman, meminta dan memberi maaf, serta mempererat hubungan yang mungkin sempat renggang. Tidak hanya antar anggota keluarga, kegiatan ini juga menjangkau lingkungan kerja, komunitas, bahkan antar lapisan masyarakat lintas suku, agama, dan budaya.

Momentum ini menjadi pengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.

Dalam suasana saling terbuka dan tulus, kita dapat membangun kembali jembatan-jembatan yang mungkin pernah retak karena perbedaan pendapat, latar belakang, atau kesalahpahaman.

Membangun Harmoni dalam Perbedaan
Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman—suku, bahasa, budaya, agama, dan pandangan hidup. Dalam konteks ini, Halal Bi Halal menjadi ruang yang sangat penting untuk meneguhkan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Perbedaan bukanlah penghalang untuk bersatu, melainkan kekayaan yang perlu dirawat dengan nilai-nilai toleransi, saling menghargai, dan empati.
Melalui Halal Bi Halal, kita belajar untuk melihat sesama bukan dari sisi perbedaannya, melainkan dari sisi kemanusiaannya. Kita membangun harmoni bukan dengan menyeragamkan, tetapi dengan menerima dan merangkul perbedaan.

Makna yang Lebih Dalam dari Sekadar Tradisi
Halal Bi Halal bukan sekadar ajang seremonial, tetapi menjadi refleksi spiritual dan sosial yang mendalam. Ia mengajarkan pentingnya hati yang lapang, jiwa yang rendah hati, dan pikiran yang terbuka. Budaya ini juga menjadi salah satu bentuk diplomasi sosial yang sangat efektif untuk menjaga stabilitas dan kedamaian dalam lingkungan masyarakat yang majemuk.

Penutup
Dengan semangat Halal Bi Halal, marilah kita terus mempererat tali silaturahmi, memperkuat rasa kebersamaan, dan membangun harmoni dalam keberagaman. Karena hanya dengan hati yang bersih dan sikap yang terbuka, kita dapat mewujudkan masyarakat yang rukun, damai, dan sejahtera.

Makan Indomi rasa soto berkuah, 
Ditambah cabe dan sedikit sayuran
Mari kita jaga Silaturahmi dan Ukhuwah
Hidup Bahagia dengan saling Memaafkan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah mohon maaf lahir dan batin.
Mari jadikan perbedaan sebagai kekuatan untuk maju bersama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: