Menyoal Pembangunan Rumah Sakit Kelas B di Berau
Oleh: drg. Rustan Ambo Asse, Sp.Pros Pembangunan kesehatan adalah titik paling vital dalam pembangunan suatu bangsa. Mengapa Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan tahun 2009 mengamanahkan minimal 10% dari APBD provinsi, kabupaten/kota untuk kesehatan dan di luar gaji pegawai? Karena Negara menyadari betapa kesehatan warga negara adalah aset masa depan bangsa ini, negara yang warganya memiliki kualitas kesehatan yang rendah akan meniscayakan masyarakat yang kurang atau tidak produktif. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang berbasis promotif, preventif dan kuratif mesti hadir secara utuh bagi rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Masyarakat Kabupaten Berau, patut bergembira dan menyambut baik adanya rencana Pemerintah Daerah untuk membangun Rumah Sakit Baru dengan klasifikasi Rumah Sakit Umum Kelas B. Kucuran dana Rp 400 Miliar untuk komitmen itu telah ditetapkan dalam sidang paripurna DPRD Berau tentang pembahasan APBD Perubahan tahun 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit tentu saja telah menjadi platform regulasi pembangunan rumah sakit tersebut. Mulai dari aspek pendirianya, perizinan, sarana prasarana hingga poin yang paling penting adalah kesiapan sumber daya manusia. Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Rujukan Substansi dari hadirnya Rumah Sakit Kelas B adalah bagaimana mutu pelayanan kesehatan menjadi lebih baik pada masa yang akan datang. Selain itu sistem rujukan akan berjalan dengan baik dan cepat karena rujukan pasien-pasien dari RSUD Abd.Rivai sebagai kelas C tidak perlu lagi ke Samarinda atau ke tempat lain. Begitu juga dengan implementasi sistem pelayanan kesehatan untuk JKN, hal ini akan memberikan dampak lebih baik pada masa yang akan datang dengan catatan bahwa BPJS sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional mampu memberikan sinergitas antara mutu pelayanan yang baik bagi masyarakat dengan kontrol efesiensi anggaran serta menemukan gerak langkah yang lebih harmonis dengan tenaga medis dan stakeholder di rumah sakit. Kesiapan Sumber Daya Manusia Kucuran anggaran Rp 400 miliar untuk pembangunan fisik Rumah Sakit dan sarana prasarana bukan merupakan hambatan berarti sepanjang prosedur pelaksanaanya tetap berbasis kepada regulasi Permenkes tersebut. Tapi hal yang paling krusial yang mesti dipersiapkan adalah sumber daya manusia yang akan bertugas jika rumah sakit tersebut sudah selesai dibangun. Dalam Permenkes 56 Tahun 2014 pasal 32 tentang SDM, setidaknya standar paling minimal terpenuhi tenaga sebagai berikut: Tenaga Medis, Tenaga Kefarmasian, Tenaga Keperawatan, Tenaga Kesehatan lain, Tenaga non kesehatan. Dengan sebaran tenaga kesehatan Kabupaten Berau yang ada sekarang di Rumah Sakit Umum Daerah dr Abdul Rivai Tanjung Redeb, setidaknya perlu persiapan minimal jumlah tenaga yang sama khususnya tenaga medis yaitu dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Rumah Sakit kelas B tentu mensyaratkan jumlah tenaga kesehatan yang lebih banyak, sarana dan prasarana lebih lengkap dan persiapan sistem manajemen yang kontekstual dengan perkembangan zaman dalam era revolusi industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 meniscayakan kemampuan adaptasi dengan perkembangan teknologi yang semakin modern, inovasi dan kreativitas menjadi hal yang tak terhindarkan untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu jika demikian,seyogyanya pemerintah daerah perlu mendalami tentang urgensi persiapan sejak dini SDM yang dibutuhkan. Dalam hal ini untuk tenaga medis dimungkinkan untuk segera memberikan peluang bagi dokter dan dokter gigi PNS Berau yang memiliki rekam jejak dan komitmen pengabdian yang baik untuk melanjutkan sekolah spesialis . Bahkan jika memungkinkan sudah perlu pendalaman strategi agar tenaga medis yang ada di Kabupaten Berau bisa betah mengabdi baik sebagai PNS maupun sebagai Pegawai Tidak Tetap. Demikian halnya dengan paramedis,tenaga kesehatan lain serta tenaga Non Kesehatan,bagaimana memberikan peluang yang sama untuk meng-upgrade keilmuan yang dimiliki yang secara pasti bisa memberikan konstribusi pengabdian yang bisa efektif nantinya di rumah sakit. Peran Partisipatif Organisasi Profesi Kesehatan Sebagai insan kesehatan yang memiliki tugas pengabdian masing-masing. Selain stakholder dalam hal ini Dinas kesehatan dan RSUD dr Abdul Rivai, Organisasi Profesi Kesehatan yang ada di Berau seperti: IDI, PDGI, PDUI, IAI, PPNI, IBI,PATELKI dan lain-lain seyogyanya memberikan konstibusi gagasan positif terkait rencana pembagunan Rumah Sakit. Organisasi profesi kesehatan merupakan organisasi independen yang tentu saja memiliki visi pembangunan kesehatan dan memiliki tanggung jawab sosial untuk Visi Indonesia Sehat. Ide dan gagasan secara bottom up yang bersifat masukan tentu akan semakin menguatkan agar pembangunan rumah sakit bisa terwujud dengan lebih baik. Semoga! (*) (Penulis adalah Praktisi Kesehatan di Kabupaten Berau)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: