Elemen Penting Menentukan Karir di Masa Depan

Elemen Penting Menentukan Karir di Masa Depan

OLEH: YOGA ACHMAD RAMADHAN*

Sebuah survei beberapa tahun lalu memberitahukan bahwa 90 persen siswa SMA yang masuk ke perguruan tinggi tidak tahu dengan jurusan yang akan diambil dan merasa salah jurusan. Tragedi salah jurusan ini juga turut terjadi pada beberapa rekan saya. Salah satunya rekan saya yang awalnya kuliah di sebuah jurusan di perguruan tinggi negeri di Jakarta. Kemudian ia pindah ke jurusan lain di perguruan tinggi di Kota Bandung. Sampai akhirnya ia menambatkan hatinya di fakultas psikologi di sebuah universitas swasta di Kota Malang. Ia menghabiskan waktu tiga tahun untuk pindah dari satu jurusan ke jurusan lain. Dengan biaya yang tentu tidak sedikit.

Belum lagi dampak negatif apabila salah jurusan. Seperti tidak semangat kuliah, IPK yang rendah, sulit mengerjakan skripsi, hingga kuliah pun terbengkalai. Jika hal itu terjadi, tentunya yang rugi adalah orang tua dan siswa itu sendiri. Merasa rugi waktu, rugi biaya, rugi emosi, sampai dalam taraf memunculkan gangguan psikologis. 

Harapannya dengan jurusan yang tepat, sesuai dengan karakter diri, dan kemampuan diri, para siswa dapat menikmati hari-harinya selama perkuliahan. Terbukti melalui riset, para mahasiswa yang memilih jurusan yang benar dapat menghasilkan karya, menyelesaikan kuliah sesuai dengan jadwal, tepat waktu dan lebih cepat berkarier, dan terserap di dunia kerja.

Selama di sekolah, sepengalaman saya, kita hampir tidak pernah atau sedikit sekali membuat kita lebih kenal dengan diri kita, siapa kita, apa yang kita inginkan dan apa yang kita suka. Kita juga kurang mengidentifikasi kemampuan yang kita miliki. Sebagai contoh, salah satu klien saya yang berkeras ingin masuk ke jurusan kedokteran. Padahal kapasitas intelektual (IQ) berada di kategori di bawah rata-rata. Ia sulit menghafal dan besar kemungkinannya gagal mengikuti seleksi.

Jika dikaitkan dengan strategi memilih jurusan, terdapat empat elemen penting yang harus difahami oleh para siswa, guru, dan orang tua. Empat elemen ini merupakan satu kesatuan. Saling berhubungan dan tidak dipisahkan satu dari yang lainnya.

Pertama, interest (minat). Kata kuncinya, “Kamu sukanya apa?” Biasanya para psikolog akan menggunakan tes untuk menggali minat yang dimiliki para siswa. Bagaimana caranya agar siswa mengetahui apa minatnya? Jawabannya, mengeksplorasi dirinya dan lebih mengenalinya. Sehingga siswa lebih mengenali bakat yang ia miliki.

Sesungguhnya bakat itu terbentuk oleh apa yang kita lakukan berulang kali. Itu adalah kebiasaan. Bakat merupakan keunggulan yang dilakukan dengan baik. Kita menikmatinya. Poin pentingnya, dilakukan secara berulang kali. Misalnya ada siswa yang pandai menyanyi dan selalu latihan menyanyi setiap hari. Maka kita akan sebut ia berbakat dalam bernyanyi. Dengan catatan ia memang menyukai aktivitas tersebut. Namun jika ia tidak suka, berarti ia hanya melakukan hal tersebut karena terpaksa.

Para siswa sebaiknya memilih suatu jurusan berdasarkan keunggulan diri. Di mana yang sering kali terjadi para siswa kesulitan untuk menemukan keunggulannya. Disebabkan kurangnya eksplorasi diri, tidak mengikuti ekstrakurikuler, atau tidak mencoba hobi-hobi tertentu. Sehingga penting sekali bagi siswa yang masih duduk di bangku kelas satu dan dua SMA/SMK untuk mencoba berbagai macam hal. Mencoba berbagai hal itu penting sekali. Agar siswa menemukan keunggulan dirinya.

Kedua, memahami kepribadian (personality). Kepribadian setiap individu bermacam-macam. Setiap kepribadian cocok dengan profesi yang berbeda-beda. Bagi orang tua atau guru bisa bertanya kepada siswa: kamu suka tidak berinteraksi dengan banyak orang; jika harus memilih pekerjaan, kamu lebih milih yang outdoor atau indoor; kamu suka diperintah atau memerintah.

Guna mengungkap kepribadian, biasanya psikolog akan menggunakan tes kepribadian yang dapat mengungkap berbagai macam tipe kepribadian. Setiap tipe kepribadian relevan dengan beberapa pekerjaan tertentu. Contohnya bagi pekerjaan dalam bidang teknik elektro. Diperlukan karakteristik khusus. Seperti logika yang kuat, pemikiran teknis dan praktis, fokus, teratur, sistematis, objektif, dan lain sebagainya.

Ketiga, memahami nilai yang dianut siswa (value). Elemen ketiga ini terkait persepsi siswa terhadap suatu hal. Misalnya siswa memutuskan untuk kuliah di Samarinda. Karena tidak bisa jauh dari orang tua, ingin membantu orang tua, atau karena keterbatasan tertentu seperti status sebagai anak tunggal.

Value juga terkait prinsip hidup. Seperti alasan memilih kuliah di jurusan ekonomi karena banyak menghasilkan uang. Sehingga dapat membantu orang lain atau tidak memilih jurusan ekonomi karena khawatir disangka materialistis.

Orang tua perlu bersabar dalam berdiskusi dengan remaja terkait masalah value. Pernah terjadi siswa yang sangat pintar, dapat masuk jurusan apa saja, namun ia memilih menjadi atlet olahraga. Sementara orang tua menganggap atlet olahraga memiliki masa depan yang kurang jelas, dan orang tua berharap sebuah pekerjaan di masa depan yang stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: