Mengenal Pajak Penghasilan Pasal 21
Andi Murni Ratna, SE, BKP
Konsultan Pajak
Setiap karyawan/ pegawai ataupun pekerja lainnya, yang dalam pekerjaannya mendapat gaji setiap bulannya, ada unsur pajak yang harus dipotong dan menjadi pendapatan bagi negara. Definisi Pajak penghasilan PPh pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah; pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.
Dasar hukum perhitungan untuk pemotongan Pajak penghasilan pasal 21 adalah sebagai beriku antara lain UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016, dan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 dan 102/PMK.010/2016.
Peraturan tentang tarif PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) saat ini tidak berbeda dengan peraturan PTKP tahun 2016. Yaitu apabila Wajib Pajak (WP) memiliki penghasilan kurang dari Rp 54.000.000 dalam setahun. Jumlahnya ditambahkan Rp 4.500.000 jika WP menikah. Jika menikah dan memiliki maksimal 3 anak, maka PTKP ditambah lagi Rp 4.500.000. Artinya, WP yang menikah dan memiliki anak, baru akan dikenakan pajak jika penghasilan setahun lebih dari Rp 63.000.000. PTKP lainnya apabila penghasilan suami istri digabungkan, maksimal Rp 54.000.000.
Peserta yang harus melakukan wajib pajak PPh Pasal 21 sesuai Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3.
- Pegawai;
- Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan peserta wajib pajak PPh
- Wajib Pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi: tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris, dan sebagainya.
- Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain: peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja. Dan lain sebagainya.
- Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama.
- Mantan pegawai; dan/atau
- Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain: peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya. Dan lain sebagainya.
PPh pasal 21 yang dimaksud dalam sistem perpajakan Indonesia adalah ketentuan pemotongan pajak yang diatur dalam pasal 21 UU PPh. Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Penghasilan yang menjadi objek pajak bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran sejenis lainnya.
Pengertian PPh pasal 21 di atas menunjukkan pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak yang dipotong oleh pihak lain. Dengan kata lain, pajak penghasilan pasal 21 tidak dibayar sendiri oleh wajib pajak. Siapakah pemotong pajak penghasilan pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 bisa merupakan wajib pajak orang pribadi atau badan, termasuk bentuk usaha tetap (BUT). Pemotong pajak penghasilan pasal 21 terdiri dari (UU PPh):
• pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
• bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
• dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
• badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
• penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan.
Pihak pemotong wajib menyetorkan pajak penghasilan pasal 21 ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama 10 hari setelah masa pajak berakhir. Pemotong PPh Pasal 21 juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. (PER-16/PJ/2016)
UU PPh secara umum menyebutkan penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dikenai PPh pasal 21. Penghasilan dimaksud bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh.
Dalam PER-16/PJ/2016, penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri. Penerima Penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan: pegawai, penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. Dan sebagainya.
Subjek pajak orang pribadi bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa meliputi: tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; dan seterusnya.
PER-16/PJ/2016 menjelaskan penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 sebagai berikut: penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; dan sebagainya.
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap dan penerima pensiun berkala adalah penghasilan kena pajak.
Penggunaan penghasilan kena pajak sebagai dasar pengenaan dan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 juga berlaku bagi subjek pajak orang pribadi dalam negeri bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
Penghasilan kena pajak juga menjadi dasar pengenaan dan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau dengan jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000.
Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000, dasar pengenaan dan pemotongannya adalah Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000 sehari.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan, dasar pengenaan dan pemotongannya adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto.
Penerima-penerima penghasilan selain yang disebutkan di atas dikenai dan dipotong PPh pasal 21 dengan dasar jumlah penghasilan bruto.
Bagaimana cara pemotongan dan pajak penghasilan pasal 21 dan bagaimana cara pemotongannya akan di bahas di Bagian II. (yos/bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: