Keterlibatan Masyarakat dalam Public Policy
OLEH: MUHAMMAD KAISAR* Pada dasarnya kebijakan publik (public policy) adalah produk untuk memecahkan masalah sosial di tengah-tengah masyarakat. Namun siapa sangka, implementasi kebijakan pemerintah jarang menyentuh—kalau tidak disebut tidak sama sekali—masalah-masalah mendasar di masyarakat. Dialog publik yang diselenggarakan Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kutai Kartanegara (Kukar) yang mengangkat tema Menakar Kasak-kusuk di Balik Perumusan Public Policy, bertujuan mendongkrak kesadaran pemuda. Agar bisa lebih aktif dalam mengawal setiap perumusan kebijakan publik serta menguak indikasi kongkalikong dalam perumusannya. Dialog ini menghadirkan pengamat politik Unikarta Zulkifli, Ketua Komisi I DPRD Kukar Supriyadi dan Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo. Saya ditunjuk untuk memandu diskusi tersebut. Di awal dialog, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Unikarta Zulkifli mengungkapkan, banyak kebijakan yang dibuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar yang tidak menyentuh masalah-masalah sosial. Lantaran dalam proses penyusunannya tergolong asal-asalan, tak terencana, dan tidak dibuat secara komprehensif. Tak sedikit peraturan daerah (perda) yang dibuat secara serampangan. Demi memenuhi standar formalitas belaka. Akibatnya, implementasi kebijakan pemerintah jarang menyentuh persoalan publik. Padahal dasar kebijakan publik dibuat atas beberapa alasan. Pertama, adanya permasalahan di masyarakat. Kedua, tata kelola yang perlu diatur dalam kehidupan bermasyarakat. Ketiga, mengatasi masalah-masalah sosial yang akan muncul di masa depan. Karena kebijakan publik tidak hanya untuk saat ini. Akan tetapi menyentuh aspek sosial dalam jangka menengah dan jangka panjang. Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kukar Supriyadi mengungkapkan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik yang tidak maksimal disebabkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih lemah. Sehingga kebijakan yang lahir identik dengan kepentingan-kepentingan oknum tertentu. Contohnya pada 2014. Pemkab Kukar menelurkan banyak perda. Akan tetapi implementasinya tidak berjalan. Ini sangat disayangkan. Sebab untuk membuat satu perda membutuhkan anggaran sekitar Rp 500 juta sampai Rp 600 juta. Supriyadi mengakui, memang atensi pemerintah terhadap pendidikan dari aspek fisik relatif besar. Ia meminta Pemkab Kukar memperhatikan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan. Apalagi Kukar akan menghadapi pemindahan ibu kota negara (IKN). SDM sangat diperlukan untuk menopang keberlangsungan pembangunannya. Ia juga menghawatirkan nasib Kukar ke depan jika SDM tidak dipikirkan, dirumuskan, dan dikembangkan dari sekarang. Ia mendapat laporan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DMPST) Kukar. Orang-orang asing sudah memborong beberapa lokasi di Samarinda dan Loa Janan. Sementara di Penajam Paser Utara (PPU), alat-alat berat telah menggarap lahan di kabupaten tersebut untuk kepentingan bisnis. Padahal ini baru tahap perencanaan. Belum memasuki tahap pengerjaan proyek ibu kota. Sementara masyarakat Kukar masih meraba-raba apa yang akan didapatkan dari kebijakan pemerintah pusat itu. Koordinator POKJA 30 Buyung Marajo mendesak perlunya melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakan publik. Ia menilai, pemerintah jarang melibatkan masyarakat yang menjadi objek kebijakan publik. Walapun terdapat tokoh-tokoh yang dianggap sebagai representasi masyarakat, tapi ia menilai para tokoh tersebut tidak sepenuhnya mampu menceritakan realitas yang dihadapi masyarakat. Pemerintah beralasan, jika semua masyarakat dilibatkan dalam perumusan kebijakan publik, maka prosesnya panjang dan membutuhkan biaya yang besar. Buyung menegaskan, begitulah konsekuensi sistem demokrasi. Semua orang harus didengarkan dan dilibatkan dari proses perumusan, pelaksanaan, hingga kontrok public policy. Di lain sisi, partisipasi publik tidak hanya dihitung pada pemilihan umum (pemilu) atau pilkada yang hanya berlangsung sekali dalam lima tahun. Tapi publik harus diaktifkan untuk terus berpartisipasi setiap hari. Karena indikator keberhasilan negara demokrasi adalah tingkat partisipasi publik yang tinggi. Keterlibatan publik sangat penting. Selain untuk mengawasi pengambilan kebijakan, publik juga dapat memberikan masukan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah. Tujuannya, agar informasi tentang masalah-masalah di masyarakat betul-betul dijadikan dasar dalam perumusan kebijakan publik. (qn/*Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Kukar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: