HMI dalam Sorotan, Kritik dan Apresiasi
OLEH: HAIDIR AZRAN* Eksistensi HMI yang terus bertahan sampai hari ini menunjukkan bahwa OKP ini tetap menjalankan proses perkaderannya. Mulai dari rekrutmen anggota, pembinaan, hingga regenerasi kepengurusan. Sebagaimana yang juga dihadapi organisasi secara umum, HMI juga akan menghadapi fluktuasi perkembangan yang dipengaruhi banyak hal di internal dan eksternal. Tetapi apapun keadaannya, perlu disadari bahwa HMI masih mampu bertahan. Meskipun menghadapi banyak perubahan yang terjadi di bangsa Indonesia sejak organisasi ini berdiri pada 1947 sampai hari ini. HMI masih terus menciptakan output kader-kader yang mampu berkontribusi terhadap perkembangan bangsa Indonesia. Dalam perjalanannya, HMI tentu akan menghadapi banyak dinamika perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya bangsa. Perubahan peta sosial yang dipengaruhi perkembangan sains dan teknologi memberikan tantangan tersendiri bagi HMI untuk beradaptasi dengan kondisi sosial yang adaptif terhadap sains dan teknologi. Gerak sosial yang adaptif terhadap perkembangan sains dan teknologi meniscayakan gerak sosial yang cepat, tepat, dan akurat dalam dinamisasinya. Hal ini menjadi tantangan yang tidak mudah bagi HMI secara organisatoris. Kader-kader HMI pun dituntut tetap menyelaraskan keberadaannya dengan dinamika sosial. Pada fakta kondisi yang dapat dicermati, organisasi ini lemah secara infrastruktur dan cukup terseok-seok menghadapi perkembangan sosial yang dinamis tersebut. Bagi kader, tipologi sosial yang demikian menjadi semacam ajang seleksi alamiah untuk tetap bertahan di tengah kondisi sosial yang dinamis. Hasilnya, tentu tidak setiap kader mampu bertahan. Pasti ada yang akhirnya tenggelam. Karena tidak mampu bertahan menghadapi kondisi yang ada. Perkembangan dan dinamika politik juga menjadi tantangan tersendiri bagi HMI. Terutama terhadap tuntutan doktrin organisasi yang independen. Di sisi lain, dinamika politik memberikan tantangan kepada HMI. Untuk mengambil peran dalam menjaga nilai-nilai perjuangan dalam memperbaiki kondisi bangsa. Tetapi di sisi lain, HMI harus menjaga nilai-nilai independensinya. Yang dalam banyak pemahaman seakan mengharuskan HMI untuk menyederhanakan atau membatasi kuantitas keterlibatannya dalam politik praktis. Kita bersyukur kondisi yang dilematis ini bisa diatasi HMI. HMI secara organisasi dan kader-kader aktif masih mampu mengambil peran politik di wadah penyelenggara event-event politik. Namun tantangannya sangat berat. Kualitas penyelenggaraan event politik seakan menjadi tempat pertaruhan bagi HMI. Kepentingan politik dan keberadaan alumni HMI yang banyak terjun di dunia politik praktis akan menjadi penekan bagi peran HMI untuk menghadirkan kualitas politik di wadah penyelenggara. Pada situasi ini, maka tidak sedikit efek negatif dan hukum yang menjerat kader HMI. Beberapa orang di antaranya harus mempertanggungjawabkannya di balik jeruji besi. *** Dinamika ekonomi bangsa yang banyak dipengaruhi tatanan ekonomi dunia, keterikatan erat antara ekonomi dan politik menjadi ciri khas ekonomi Indonesia. Hal ini tentu saja membawa tantangan bagi HMI. Penguasa-penguasa ekonomi dunia, masuk dengan kepentingannya melalui pelaku ekonomi dalam negeri. Mereka membuat pola investasi tidak langsung pada sektor ekonomi. Seperti di sektor politik. Pada akhirnya, ekonomi bangsa mengikuti order-order pemilik kapital. Sehingga arah pembangunan ekonomi bangsa terpaksa harus mengikuti kepentingan mereka yang telah berinvestasi di bidang politik. Oleh karena itu, pola ekonomi bangsa Indonesia yang sangat kapitalis banyak menguntungkan pihak-pihak luar. Sedikit saja yang dinikmati dan memberikan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Ini adalah persoalan besar yang menghambat kemajuan ekonomi bangsa. Sejauh ini, tidak banyak peran yang bisa dilakukan HMI dan kader-kadernya untuk memperjuangkan arah ekonomi bangsa. Kemudian menariknya kembali pada garis ideal ekonomi khas Indonesia. Yang menempatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa Indonesia. Mengapa HMI tidak mampu mengambil peran signifikan pada wilayah ini? Hal ini disebabkan HMI tidak memberi porsi yang memadai pada perkaderannya dalam wilayah ini. Hal relatif besar yang menjadi tantangan HMI adalah dinamika perkembangan budaya bangsa. Proxy war oleh negara-negara besar yang menjadikan Timur Tengah bergejolak akhir-akhir ini memberikan efek yang tidak sedikit bagi bangsa-bangsa lain. Gejolak yang pada prinsipnya terjadi karena semangat perlawanan bangsa-bangsa Timur. Terhadap upaya bangsa-bangsa Barat yang berusaha terus mempertahankan keinginan mereka untuk menjadi penguasa dunia (neo imperialism). Hal ini tidak mungkin dihindari oleh Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbesar kelima di dunia. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia merupakan potensi. Yang tidak akan diabaikan begitu saja oleh negara-negara yang berkepentingan untuk menjadikannya sebagai proxy dalam pertentangan besar global. Maka isu-isu agama, ikhtilaf, dan mazhab dalam Islam sengaja dihembuskan Barat. Agar bangsa Indonesia hanya berkonsentrasi mengatasi persoalan dalam negeri. Kemudian mengabaikan pentingnya mengatasi resesi dunia. Perkembangan situasi ini juga sangat mempengaruhi keberadaan HMI sebagai elemen bangsa yang memiliki pengaruh kuat di tengah bangsa Indonesia. HMI sebagai kelompok yang moderat dalam pemikiran Islam, terpecah dalam beberapa kelompok pemikiran. Ada yang masih mempertahankan tipe pemikiran moderat. Ada pula yang terafiliasi pemikiran kaku dengan dalih pemurnian ajaran Islam. Tak sedikit kelompok yang membangun pemikiran perlawanan terhadap hegemoni Barat. Banyak juga yang berada di kelompok yang acuh terhadap perkembangan dinamika pemikiran tersebut. Kelompok pertama mencoba menjembatani perbedaan-perbedaan pemikiran tersebut. Mereka membuat formulasi pemikiran yang relatif baru bagi HMI. Kelompok kedua membangun eksklusivitas dalam gerakan. Mereka cenderung membuat garis pembeda ajaran Islam dengan mengikis segala hal yang dianggap dogma budaya dalam ajaran Islam yang mereka jalankan. Kelompok ketiga secara aktif mengampanyekan pemikiran yang mengelaborasi agama dan budaya bangsa. Mereka membangkitkan kearifan lokal sebagai upaya membentengi bangsa dari hegemoni Barat yang dinilai negatif. Sedangkan kelompok selanjutnya lebih cenderung menarik diri dari hiruk pikuk pertentangan pemikiran. Mereka mengambil peran-peran lain yang netral dari pertentangan pemikiran keagamaan. Jika tiga kelompok sebelumnya aktif mempropagandakan pemikirannya, maka kelompok yang terakhir lebih cenderung bergerak dalam ranah sosial yang minim pertentangan pemikiran keagamaan. Oleh karena itu, menghadapi situasi di atas, HMI harus merumuskan kembali dasar-dasar organisasi yang menjadi pondasi bagi gerak organisasi. Membuat rumusan yang akurat tentang doktrin dasar organisasi, membenahi tata aturan organisasi yang sesuai dengan doktrin dasar dan merumuskannya dalam aktivitas organisasi menjadi kebutuhan dasar yang harus segera dilakukan kader-kader HMI. Termasuk di dalamnya membenahi problem dasar regenerasi kepengurusan dan sempitnya ruang waktu untuk membenahi konsep-konsep keorganisasian HMI. Sebagai akibat masuknya kepentingan politik praktis pada event-event regenerasi HMI. Terutama regenerasi kepengurusan HMI. Konsep-konsep dasar organisasi harus diberi ruang waktu yang memadai untuk dibahas dan didiskusikan. Tidak boleh hanya semata bertumpu pada event-event regenerasi kepengurusan seperti Kongres, Konferensi, Musda, Musyawarah Korkom, dan RAK. Kader-kader HMI harus menciptakan forum-forum khusus untuk mendiskusikan dan membahas itu. Agar hasilnya optimal dan komprehensif. Keputusannya tidak boleh dipengaruhi kepentingan politik. Apabila memungkinkan, konsep-konsep dasar keorganisasian tersebut dibawa ke forum-forum politik HMI. Porsi keputusannya hanya sebagai legitimasi. Bahkan ideal sekali jika aturan regenerasi kepengurusan (suksesi) HMI dibahas dan diputuskan di forum-forum non politis tersebut. Supaya output regenerasi kepengurusan bisa memenuhi standar kualitas yang dikehendaki bersama. *** Budaya khas HMI terletak pada perkaderannya. Sehingga HMI sejauh ini mampu bertahan di tengah bangsa Indonesia. Karena sistem perkaderannya yang masih mampu dipertahankannya. Perkaderan HMI tidak semata terkait training-training. Baik yang berjenjang maupun yang terfokus pada kebutuhan penguatan konsep kinerja organisasi. Perkaderan bagi HMI bersifat luas. Terkait dengan seluruh aktivitas organisasi dan anggota. Forum-forum diskusi formal dan informal secara internal, distribusi dan penugasan aktivitas kader di lingkungan eksternal dan dukungan organisasi terhadap rencana pengembangan karir kader di internal dan eksternal adalah hal-hal yang merupakan bagian dari pola perkaderan HMI. Mempertahankan pola ini dan mengevaluasi perkembangannya setiap waktu adalah upaya yang penting bagi HMI. Demi merawat budaya perkaderan. Pola yang demikian tentu dimiliki organisasi-organisasi selain HMI. Akan tetapi sejauh ini, HMI-lah yang bisa dikatakan konsisten merawat pola ini. Artinya, ketika HMI mulai mengendorkan dirinya merawat pola tersebut, maka pada saat itu pula HMI akan mengalami degradasi. Fenomena dualisme kepengurusan organisasi adalah hal yang lazim terjadi di banyak organisasi. Tetapi yang pasti, dualisme itu adalah muara bagi organisasi yang akan mengalami kemunduran bahkan keruntuhan. Dualisme dalam keadaan praktisnya terjadi karena perbedaan persepsi konsepsional yang disikapi secara berlebihan, ekstrem, dan melibatkan banyak pihak dan elementasi organisasi. Namun jika dianalisa lebih dalam, maka akan ditemukan jawaban bahwa dualisme itu terjadi karena kubu yang bertikai telah melihat HMI sebagai komoditi yang memiliki nilai strategis yang harus dikuasai. Tentu persoalan ini tidak dapat diselesaikan dengan langkah-langkah mengurangi nilai strategis posisi HMI di tengah kehidupan berbangsa. Hal ini secara perlahan harus diatasi dengan mendorong kesadaran arti penting keutuhan organisasi, mengurangi proporsi politik dalam regenerasi (suksesi) kepengurusan, dan kepentingan lebih jauh adalah membuat aturan organisasi yang memberikan legitimasi kuat bagi pihak yang dipilih lewat mekanisme yang telah ditentukan organisasi. Dari level Kongres sampai RAK. Legitimasi tersebut bisa dilakukan dalam bentuk hak imunitas, otoritas yang kuat bagi ketua umum, atau syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi pihak lain yang ingin menggugat kepengurusan. Terkait hubungan HMI-KAHMI dan alumni HMI, maka harus dipilah dulu makna hubungannya. Hubungan HMI dengan KAHMI adalah hubungan yang satu level: hubungan organisasi dengan organisasi. Hubungan ini mengharuskan adanya korespondensi dalam administrasi. Berupa kerja sama setingkat jika dipandang dalam sisi organisasi serta tidak terikat satu sama lain jika dilihat dalam tatanan negara. Dalam pandangan sosial, HMI dan KAHMI memiliki ikatan historis yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga konsekuensi pandangan sosial terhadap salah satunya akan mempengaruhi yang lain. Hubungan lebih cair berada pada posisi HMI secara organisasi atau kader HMI aktif dengan alumninya. Hubungan ini bisa merambah pada intervensi, take and give, dan konfirmasi. Pada level ini, sangat dibutuhkan konsep dasar independensi organisatoris oleh HMI secara kelembagaan dan independensi etis dari kader HMI aktif terhadap alumni HMI. Di sisi lain, alumni HMI harus mampu memahami batasan-batasan setiap interaksinya sampai tingkat menghormati nilai-nilai independensi organisasi dan etis yang mengikat HMI. Satu hal yang tetap menjadi beban HMI dan alumninya adalah bagaimana tetap memelihara misi HMI di tengah masyarakat. Ini menjadi spirit organisasi dan spirit individualistik setiap orang yang sedang berada atau purna dari HMI. Terhadap misi HMI, kerja sama HMI dan alumninya merupakan hubungan yang sangat diharapkan organisasi. Independensi etik harus terus mengikat setiap orang yang sedang aktif ataupun telah purna dari HMI. Pada makna independensi etis inilah HMI dan alumni menjalin hubungan secara intens. *** Terkait posisi HMI sebagai bagian integral bangsa Indonesia, HMI terikat dan terkait pada aturan. Apa saja kebijakan yang bersumber dari peraturan, maka wajib bagi HMI mendukungnya. Jika ada persepsi yang berbeda antara HMI dengan pengambil keputusan, maka HMI harus tetap mengambil sikap sesuai dengan konstitusi yang berlaku. HMI dalam memperjuangkan pandangannya tidak boleh keluar dari jalur konstitusi negara. Hal yang harus difahami, tidak semua penentangan terhadap kebijakan adalah melanggar konstitusi. Tidak setiap kebijakan pemerintah dan siapapun yang mendukungnya pasti telah bersesuaian dengan konstitusi. Oleh karena itu, dibutuhkan kejelian dan kecermatan memahami hal yang demikian. Poin pentingnya pada pembahasan ini, HMI harus menjaga bangsa ini. Apabila dirasakan terdapat penyimpangan yang dapat mengganggu keutuhan bangsa, maka wajib bagi HMI mendorong perbaikan-perbaikan penyimpangan tersebut. Dengan catatan harus tetap dalam koridor konstitusi yang berlaku. Berkenaan dengan isu-isu penting yang terjadi baik dalam negeri maupun luar negeri yang harus diperjuangkan HMI adalah: Pertama, HMI harus tetap menyuarakan perlawanan pada penjajahan. Apapun motif dan bentuknya. Karena ini merupakan amanah pembukaan UUD 1945. Konstitusi Indonesia; Kedua, UUD 1945 juga mengamanahkan Indonesia tetap berpolitik bebas aktif dan tidak terkooptasi dengan blok-blok dunia; Ketiga, HMI harus tetap memperjuangkan keutuhan bangsa, merawat nilai Bhinneka Tunggal Ika, menjaga nilai-nilai budaya, dan menyaring setiap budaya dari luar untuk membangun kemajuan bagi bangsa Indonesia. (qn/*Ketua Umum HMI Cabang Tenggarong Periode 1997-1998)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: