Co-Firing di PLTU Teluk Balikpapan, Transisi Energi atau Ancaman Ekologi?

Co-Firing di PLTU Teluk Balikpapan, Transisi Energi atau Ancaman Ekologi?

PLTU Teluk Balikpapan telah menerapkan kebijakan Co-Firing sejak akhir tahun 2022.-(Disway Kaltim/ Salsa)-

DLH memiliki unit kerja khusus yang menangani penataan RTH, termasuk pemangkasan dan penebangan pohon, yang rutin menghasilkan limbah organik dari berbagai titik di Balikpapan. 

“Setiap hari, unit kerja ini mengirimkan sekitar 1-3 ton sampah organik ke TPAS Manggar, yang kemudian ditimbang sebelum diproses lebih lanjut,” jelas Harianto.

Setelah ditebang, kayu masih dalam kondisi basah dan beratnya bisa lebih tinggi, tetapi seiring proses pencacahan dan pengeringan, kadar airnya berkurang dan beratnya juga menyusut. 

Limbah yang telah dikeringkan dan dicacah ini, yang kini lebih ringan, menjadi produk woodchip atau pellet yang bisa digunakan sebagai campuran bahan bakar di PLTU.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan biomassa sebagai bahan bakar tambahan, PLN telah menetapkan target bahwa setidaknya 3 persen dari total bahan bakar PLTU berasal dari biomassa, untuk mengurangi emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada batu bara. 

Saat ini, PLTU Teluk Balikpapan membutuhkan sekitar 3.000 ton batu bara per hari, yang berarti pasokan biomassa sekitar 90 ton per hari diperlukan untuk mencapai target co-firing 3 persen tersebut. 

Namun, hingga saat ini, TPAS Manggar belum mampu memenuhi kapasitas tersebut karena sumber biomassa terbatas pada limbah pohon dari pemangkasan dan penebangan rutin kota, yang produksinya fluktuatif dan terbatas pada kegiatan harian pemangkasan yang bukan dilakukan khusus untuk memenuhi target biomassa. 

Meskipun demikian, upaya ini sudah cukup membantu mengurangi akumulasi sampah organik yang sebelumnya hanya akan ditimbun di TPAS.

DLH dan TPAS Manggar tetap berupaya optimal dengan kapasitas yang ada dan memastikan bahwa sampah organik dari ruang publik kota tidak terbuang sia-sia, melainkan diolah menjadi biomassa. 

PLN, di sisi lain, mengizinkan pasokan tambahan dari sumber biomassa lain jika diperlukan. 

Seiring permintaan biomassa yang terus meningkat, ada upaya untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk kelompok masyarakat dan sektor swasta, dalam proses pengolahan dan penyediaan biomassa. 

Salah satu pihak ketiga, yakni Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), kini terlibat dalam pengelolaan biomassa sebagai bagian dari program corporate social responsibility (CSR). 

“KSM membantu menyediakan bahan baku dari luar sumber sampah DLH, yang mencakup kayu limbah dari lokasi lain atau hasil penebangan pohon, yang tidak diperjualbelikan sebagai kayu, melainkan diolah dari sampah atau limbah yang tidak memiliki nilai jual,” paparnya.

Kerja sama ini menguntungkan semua pihak, termasuk KSM yang mendapat tempat untuk mengumpulkan bahan baku. Di TPAS Manggar, pihak KSM menambah mesin pencacah mereka sendiri dan tenaga kerja, sehingga proses pengolahan bisa berlangsung lebih cepat dan lebih efisien. 

Setelah biomassa siap, PLN membeli woodchip dan bahan bakar dari hasil olahan dengan harga yang ditentukan. Harga beli ini tidak tetap, tetapi mengikuti formula dari PLN yang mempertimbangkan harga pasar batu bara dalam tiga bulan terakhir serta nilai kalori yang dimiliki woodchip tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: