Pilkada Serentak Ditinjau dari Ilmu Marketing; Antara Gejolak dan Pemanfaatan Peluang

Pilkada Serentak Ditinjau dari Ilmu Marketing; Antara Gejolak dan Pemanfaatan Peluang

Warti Ratnasari--

NOMORSATUKALTIM- Situasi ekonomi dan politik di Indonesia sedang berada pada titik yang cukup menantang.

Di tengah gonjang-ganjing Pilkada serentak, penurunan daya beli kelas menengah, dan semakin meluasnya sikap "wait & see" dalam dunia bisnis, para marketer dihadapkan pada tekanan besar. 

Namun, dalam kondisi ini, ada satu prinsip yang harus dipegang teguh: Never Stop (N-STOP).

Gonjang-Ganjing Pilkada dan Dampaknya pada Bisnis

Setiap kali terjadi kontestasi politik, seperti Pilkada serentak, iklim bisnis kerap bergejolak. Pelaku usaha cenderung menunggu hasil Pilkada dan stabilitas politik sebelum mengambil keputusan strategis yang signifikan. 

BACA JUGA: KPU Balikpapan Tetapkan 520.986 Pemilih, Jumlah DPT Pilkada 2024 Naik

Ini berdampak langsung pada sektor pemasaran, di mana banyak perusahaan mengambil sikap "wait & see," menunda belanja iklan dan kampanye marketing.

Namun, menunggu terlalu lama justru berisiko. 

Kompetisi di pasar tetap berlangsung, dan sikap diam bisa mengakibatkan hilangnya momentum dan pangsa pasar. 

Di sinilah pentingnya marketer tetap proaktif, mencari peluang di tengah ketidakpastian. Strategi kontingensi dan fleksibilitas dalam pendekatan pemasaran menjadi kunci.

BACA JUGA: Akademisi Hukum Ungkap Edi Damansyah Lolos Administrasi Pilkada 2024 Sesuai Aturan

Kelas Menengah Menurun: Tantangan atau Peluang?

Penurunan daya beli kelas menengah menjadi fenomena yang sangat terasa di Q3 ini. Kelas menengah yang biasanya menjadi motor penggerak konsumsi domestik kini lebih berhati-hati dalam pengeluaran. 

Mereka lebih memilih menabung dan mengalokasikan anggaran ke hal-hal yang lebih esensial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: