Keterangan Lengkap Saksi Ahli: Kasus Mutasi 'AFF Sembiring vs Akmal Malik’
DR Herdiansyah Hamzah (tanpa toga), memberikan keterangan sebagai ahli pada kasus sengketa mutasi Pejabat Pemprov Kaltim.-(Foto/Dok. FH UGM)-
Selain itu, netralitas pejabat pemerintah yang membutuhkan merupakan dasar pertimbangan pokok yang tak bisa diabaikan. Prinsip netralitas menunjukkan tak ada unsur kedekatan kepentingan, seperti keluarga, suku, daerah, almamater, agama, politik, dan konglomerasi.
Menurut Simamora, merit system mengembangkan sistem penilaian kinerja yang akurat, dengan fokus pada kriteria yang berorientasi pada hasil dan khas pekerjaan . Ini pertanda jika merit system selalu berbasis pada penekanan evaluasi kinerja. Asumsinya, pencapaian terhadap hasil pekerjaan, akan ditentukakan dari seberapa besar ukuran penilaian dapat dilakukan secara akurat.
Oleh karena itu, keputusan rotasi dan mutasi sumber daya, juga harusnya ditentukan berdasarkan evaluasi kinerja, bukan berdasarkan penilaian subjektif. Dengan cara penilaian kinerja inilah, merit system dapat dipraktekkan dengan baik.
Menurut Hickman and Lee, penerapan kebijakan merit system dalam manajemen organisasi, memerlukan empat kebijakan pokok sebagai bagian dari sub-sistem merit system, antara lain : pertama, kebijakan penilaian karya pegawai (performance appraisal); kedua, penghasilan (compensation); ketiga, karir (career) dan keempat, pelatihan (training). Sub-sistem yang paling terpenting dalan penerapan merit system adalah sub-sistem dalam bidang penilaian karya pegawai dengan tujuan utama untuk menghasilkan nilai prestasi kerja pegawai (SDM) yang optimal obyektif.
Merit system ini pada dasarnya sudah diadopsi ke dalam tata kelola kelembagaan kita. Bahkan sudah menjadi “norma hukum” yang mengikat dan wajib dijalankan oleh siapapun. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa, “Sistem Merit adalah penyelenggaraan sistem Manajemen ASN sesuai dengan prinsip meritokrasi”.
Sistem merit sendiri dijalankan dengan prinsip-prinsip yang menjamin dan mengutakaman pertimbangan kompetensi, profesionalitas, dan keahlian dalam mentukan keputusan. Termasuk dalam soal penempatan, pengangkatan, promosi, pensiun, dan mutasi.
Proses mutasi harus didasari oleh prinsip merit system ini, dimana penentuan keputusan mutasi, harus berangkat dari penilaian kinerja secara objektif. Semua harus berbasis kinerja, tidak bisa atas alasan like and dislike.
Karena itu dalam ketetuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, menegaskan bahwa, “Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaksanakan Sistem Merit dalam pelaksanaan kewenangannya”.
Hal ini bertujuan agar pejabat pembina kepegawaian tidak sewenang-wenang dalam menetapkan keputusan mutasi. Semua harus berdasarkan penilaian objektif. Hal ini juga dipertegas dalam ketentuan Pasal 191 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang menyebutkan bahwa “Mutasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat atau dalam 1 (satu) Instansi Daerah dilakukan oleh PPK, setelah memperoleh pertimbangan tim penilai kinerja PNS”. Semua harus dibangun atas dasar pertimbangan yang on the track dengan prinsip-prinsip merit system.
Tindakan pejabat pemerintah yang tidak didasari dengan pertimbangan yang objektif, adalah bentuk tindakan abusive yang dapat dikualifikasikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Hal ini ditegaskan secara eksplisit dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyebutkan bahwa, “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang”.
Adapun bentuk penyalahgunaan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan, antara lain : Pertama, larangan “melampaui wewenang” . Perbuatan badan dan/atau pejabat pemerintahan yang dianggap melampaui wewenang meliputi : (a). melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang; (b). melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau (c). bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, larangan “mencampuradukkan wewenang”.
Perbuatan badan dan/atau pejabat pemerintahan yang dianggap mencapuradukkan wewenang meliputi : (a). di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan; dan/atau (b). bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan. Dan Ketiga, larangan “bertindak sewenang-wenang”.
Perbuatan badan dan/atau pejabat pemerintahan yang dianggap bertindak sewenang-wenang meliputi : (a). tanpa dasar Kewenangan; dan/atau (b). bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena, mutasi yang dilakukan tanpa dasar yang objektif, merupakan bentuk tindakan pejabat pemerintah yang sewenang-wenang sekaligus melampaui wewenangnya. Ini merupakan tindakan “abusive” yang merusak merit system. Bahkan Ombudsman RI sendiri pernah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: